Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mana Kredit untuk Petani?

Kompas.com - 16/03/2015, 15:00 WIB
Estu Suryowati

Penulis


TAPIN, KOMPAS.com - Bagi Ahmad Zumri (57) menggarap sawah sudah menjadi bagian dari kehidupannya sehari-hari. Tidak mudah memang, diakui Ahmad yang  mengelola kurang lebih 10 hektar sawah. Belum lagi membantu rekan-rekannya di Kelompok Tani KH Ali Mansyur.

Ahmad merupakan generasi ketiga dari KH Ali Mansyur. Bersama kurang lebih 90 petani lainnya, mereka mengusahakan tanaman padi di Kecamatan Tapin Selatan, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan.

Menurut pria yang sejak muda berprofesi sebagai petani ini, mengusahakan padi di era 70-an dan saat ini sudah berbeda jauh. Dulu, zamannya masih muda, perkara petani paling banter adalah hama wereng. Akibat itu pula Ahmad mengaku sering tekor. "Tanam padi malah sering beli beras," kata Ahmad, Senin (16/3/2015).

Pada saat itu, sebut dia, banyak pemuda yang bekerja di sawah. Meski harga tak seberapa, namun bertanam padi terlihat lebih mudah. Kini, sawah padi butuh perawatan khusus. Pupuk, menjadi salah satu kebutuhan untuk menjawab kebutuhan yang terus meningkat. Wajar, pemerintah giat sekali menggalakkan swasembada beras.

Di satu sisi, pemuda yang bekerja di sektor pertamian pun menurun jumlahnya dari hari ke hari. Dari sekitar 90 petani yang ada di kelompoknya, mayoritas sudah berumur 35-40 tahun. Hanya beberapa gelintir pemuda yang mau terjun langsung ke sawah.

Untuk ini, traktor menjadi salah satu kebutuhan menggantikan tenaga-tenaga manusia yang mulai menua. Perubahan lain, sebut Ahmad, ada pada upah buruh yang naik cukup signifikan. Pendek kata, biaya pengusahaan pertanian padi menjadi cukup mahal.

"Untuk satu hektar lahan saat ini biaya dari menanam, merawat, sampai memanen Rp 10 juta," kata Ahmad.

Ia menilai kebijakan pemerintah tidak berpihak pada petani. Harga pembelian pemerintah yang diharapkan petani masih enggan beranjak naik. Sementara harga gabah, sering anjlok, alamiah kelebihan pasokan, pada musim panen.

Sayangnya, pemerintahan baru dengan Menteri Pertaniannya Andi Amran Sulaiman baru berfokus pada peningkatan produktivitas, belum pada kesejahteraan petani. Lima hal yang acapkali digelontorkan pemerintah pusat yakni perbaikan irigasi, perbaikan penyaluran pupuk dan benih, alat mesin pertanian, serta penyuluh.

"Padahal, modal itu petani kesulitan. Kredit Ketahanan Pangan dan Energi kami tidak pernah dapat. Padahal bunganya sangat rendah hanya 5 persen," aku Ahmad.

Ahmad bercerita, pernah ia menyerahkan aplikasi permohonan kredit ke salah satu bank pelat merah yang memiliki pangsa terbesar di penyaluran KKPE. Sayangnya, persyaratannya sangat berbelit-belit, meskipun Ahmad bisa menunjukkan surat tanah dan sertifikat.

"Ini sawah satu hektar Rp 14 juta. Kalau saya punya 10 saja Rp 140 juta. Punya lahan Rp 140 juta mau pinjam Rp 2 juta saja tidak dipinjami," sesal Ahmad.

Masih menurut Ahmad, KKPE justru banyak lari ke sektor energi. Di Kalimanta Selatan memang banyak pengusaha pertambangan. Ahmad bilang, banyak diantara mereka yang jauh lebih mudah mengurus kredit daripada para petani.

Dalam kunjungan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman siang ini, Ahmad berharap pemerintah juga aware terhadap masalah permodalan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Whats New
Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Aturan Impor Produk Elektronik Dinilai Bisa Perkuat Industri Dalam Negeri

Whats New
Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Cara Beli Pulsa melalui myBCA

Spend Smart
Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Lima Emiten yang Akan Bayar Dividen Pekan Depan

Whats New
Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Pemerintah Dinilai Perlu Buat Formula Baru Kenaikan Tarif Cukai Rokok

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com