Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Jokowi Lanjutkan Semua Perjanjian Perdagangan Bebas

Kompas.com - 18/03/2015, 09:42 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah mengkaji ulang (review) delapan perjanjian atau kesepakatan perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA), yakni dengan Australia, Korea, Chili, EFTA, India, Uni Eropa, Turki, Iran, serta Generral Review of CEPA.

“Kemendag diminta dalam waktu dua bulan sudah dapat menyelesaikan beberapa hal yang terkait perundingan ini, yang belum menguntungkan Indonesia,” ujar Direktur Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan, Bachrul Chairi usai rapat di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Selasa (17/3/2015) malam.

Dalam rapat yang dipimpin oleh Menteri Perdagangan Rachmat Gobel tersebut disimpulkan bahwa saat ini Indonesia oleh investor, bukan dianggap sebagai tempat yang menarik untuk investasi dalam skala besar.

Indonesia dinilai kurang proaktif dalam membuka pasar ekspor melalui perundingan-perundingan FTA, bahkan yang sifatnya bilateral dalam satu kawasan. Padahal, para pemodal besar tidak hanya melihat Indonesia sebagai pasar 250 juta.

Mereka, sambung Bachrul, juga berharap produk-produk mereka bisa diproduksi di Indonesia secara massif dan diekspor ke beberapa negara lain. Masalah transposisi disinyalir menjadi kendala dalam pemanfaatan FTA.

“Indonesia mempunyai permasalahan selalu dalam transposisi sehingga mitra dagang menganggap Indonesia tidak melaksanakan kegiatan transposisi sesuai dengan komitmennya,” jelas dia.

Sejumlah kementerian, kata Bachrul, menilai ada beberapa FTA yang tidak perlu dilanjutkan karena belum memberikan manfaat bagi Indonesia. Namun, mengutip kata Menko Bidang Perekonomian Sofyan Djalil, Bahcrul menuturkan, Indonesia akan kehilangan pasar dan peluang investasi jika tidak mau terlibat dalam perdagangan bebas.

“Ada beberapa (FTA) yang tadinya diminta beberapa kementerian untuk kita keluar, tetapi diputuskan tidak boleh keluar,” kata dia.

Bachrul mencontohkan keuntungan yang bisa didapat Indonesia dari sisi perdagangan jika menjalin FTA. Misalnya, ekspor tuna di mana Indonesia menjadi produsen tuna terbesar di ASEAN bisa tidak dikenai bea masuk di negara tujuan ekspor. Tapi saat ini ekspor tuna Indonesia ke Uni Eropa dikenai tarif masuk 22,5 persen. Sedangkan tuna dari Malaysia, Filipina dan Vietnam dikenai tarif nol persen.

“Alasannya karena Malaysia, Filipina, dan Vietnam sudah melakukan FTA dengan EU. Nah Indonesia ketinggalan dalam hal ini. Begitu pula dengan Jepang. Mereka adalah pemakan tuna terbesar di dunia. Indonesia harus membayar 7,5 persen di sana, sedangkan negara ASEAN membayar nol persen karena mereka sudah lebih dulu (FTA),” kata Bachrul.

Atas dasar keuntungan perdagangan dan peluang investasi tersebut, Bachrul bilang, pemerintah pada akhirnya memutuskan untuk melanjutkan semua FTA yang sedang berjalan dan yang tengah dalam proses perundingan, termasuk Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Bachrul menegaskan, Indonesia tidak bisa mundur dari komitmen MEA yang akan efektif Januari 2016, kendati banyak pekerjaan rumah yang masih belum rampung. Misalnya saja di sektor jasa, Indonesia harus menyelesaikan harmonisasi 70 subsektor dengan tenggat waktu Desember 2015 ini.

“Alhamdulillah hari ini kami dapat arahan sangat jelas, bahwa kita harus menyelesaikan FTA-FTA kita yang ada sekarang, yang dalam pipeline, dan melihat lagi negara-negara yang harus kita buka segera, agar kita tidak ketinggalan dengan negara-negara at least ASEAN dan negara-negara lainnya,” kata Bachrul.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Perputaran Uang Judi Online di RI sampai Rp 327 Triliun Setahun

Perputaran Uang Judi Online di RI sampai Rp 327 Triliun Setahun

Whats New
Bapanas Pastikan Konflik Israel-Iran Tak Pengaruhi Masuknya Komoditas Pangan yang Rutin Diimpor

Bapanas Pastikan Konflik Israel-Iran Tak Pengaruhi Masuknya Komoditas Pangan yang Rutin Diimpor

Whats New
Pasca Akuisisi BPR, KoinWorks Fokus Inovasi dan Efisiensi Tahun Ini

Pasca Akuisisi BPR, KoinWorks Fokus Inovasi dan Efisiensi Tahun Ini

Whats New
Lion Air Bantah 2 Pegawai yang Ditangkap Menyelundupkan Narkoba Merupakan Pegawainya

Lion Air Bantah 2 Pegawai yang Ditangkap Menyelundupkan Narkoba Merupakan Pegawainya

Whats New
Indofarma Akui Belum Bayar Gaji Karyawan Periode Maret 2024, Mengapa?

Indofarma Akui Belum Bayar Gaji Karyawan Periode Maret 2024, Mengapa?

Whats New
Pesetujuan KPR BSI Kini Hanya Butuh Waktu Satu Hari

Pesetujuan KPR BSI Kini Hanya Butuh Waktu Satu Hari

Spend Smart
Bank Sentral Inggris Diprediksi Pangkas Suku Bunga pada Mei 2024

Bank Sentral Inggris Diprediksi Pangkas Suku Bunga pada Mei 2024

Whats New
Cara Membuat Kartu ATM BCA Berfitur Contactless

Cara Membuat Kartu ATM BCA Berfitur Contactless

Work Smart
Pertanyaan Umum tapi Menjebak dalam Wawancara Kerja, Apa Itu dan Bagaimana Cara Jawabnya?

Pertanyaan Umum tapi Menjebak dalam Wawancara Kerja, Apa Itu dan Bagaimana Cara Jawabnya?

Work Smart
Menko Airlangga soal Kondisi Geopolitik Global: Belum Ada Apa-apa, Kita Tenang Saja...

Menko Airlangga soal Kondisi Geopolitik Global: Belum Ada Apa-apa, Kita Tenang Saja...

Whats New
Pasar Perdana adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Perdana adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Apa Dampak Konflik Iran-Israel ke Industri Penerbangan Indonesia?

Apa Dampak Konflik Iran-Israel ke Industri Penerbangan Indonesia?

Whats New
HUT Ke-35 BRI Insurance, Berharap Jadi Manfaat bagi Masyarakat

HUT Ke-35 BRI Insurance, Berharap Jadi Manfaat bagi Masyarakat

Rilis
Menperin Siapkan Insentif untuk Amankan Industri dari Dampak Konflik Timur Tengah

Menperin Siapkan Insentif untuk Amankan Industri dari Dampak Konflik Timur Tengah

Whats New
Respons Bapanas soal Program Bantuan Pangan Disebut di Sidang Sengketa Pilpres

Respons Bapanas soal Program Bantuan Pangan Disebut di Sidang Sengketa Pilpres

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com