“Ini kalau terlalu cepat direvisi bisa menjadi goncangan bagi mereka yang sudah mau berinvestasi, dan yang berinvestasi bisa berhenti lagi,” kata Ketua Tim Nasional Pengembangan Smelter, Said Didu, di Jakarta, Senin (23/3/2015).
Menurut Said, UU Minerba saat ini sudah cukup ketat dan bisa mendorong hilirisasi sektor pertambangan. Revisi justru dikhawatirkan berpeluang memperlonggar aturan-aturan yang ada.
Said mengatakan, yang perlu diubah hanyalah turunannya, seperti peraturan pemerintah serta peraturan menteri.
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN ini pun menyindir parlemen yang ngotot ingin mengubah UU Minerba, bahkan mewacanakan adanya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).
“Terimakasih kalau DPR melihat ada yang perlu diperbaiki. Tapi kalau revisi lagi, nanti lobi-lobi tingkat tinggi bisa berjalan lagi dan memperlonggar hilirisasi,” ujar Said.
Lebih lanjut dia melihat, hanya ada dua tafsiran dalam UU Minerba. Pertama, terkait peningkatan nilai tambah melalui pengolahan dan pemurnian. Kedua dalam UU Minerba tidak disebutkan adanya sanksi pidana, dan hanya disebutkan adanya sanksi administasi.
Artinya, kata Said, atas dasar itu pemerintah boleh menetapkan sanksi baik berupa bea keluar atau lainnya, sebagai pengganti sanksi pidana. Oleh karena itu, lanjut dia, UU Minerba sebenarnya masih sangat memadai, dan hanya diperlukan aturan turunan yang lebih jelas.
“Saya melihat UU ini masih memadai. Masa gara-gara bauksit kita ubah UU. Ini kalau saya bilang, ini adalah uji nyali pelaksanaan UU No. 4 tahun 2009. Saya takut kalau direvisi menjadi longgar,” kata Said.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.