Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Subsidi untuk Biodisel 15 Persen Belum Final

Kompas.com - 25/03/2015, 22:18 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Subsidi untuk biodisel 15 persen (B15) belum rampung dibahas pemerintah. Pemerintah tengah menghitung ulang ambang batas (threshold) untuk pengenaan bea keluar (BK).

"Pokoknya kita masih dalam pembicaraan antara pemerintah, Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM dan asosiasi untuk sampai pada formula yang paling pas," ungkap Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro ditemui di Senayan, Jakarta, Rabu (25/3/2015).

Sebelumnya, dalam rapat koordinasi, Jumat (20/3/2015), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil menyampaikan subsidi tersebut akan diambilkan dari dana pendukung (fund raising) dari pengusaha crude palm oil (CPO). Mekanisme pengenaan bea keluar CPO dirombak seluruhnya, tidak menggunakan harga ambang batas (threshold).

“Nanti akan dipungut 30 dollar AS per ton untuk olein, dan 50 dollar AS per ton untuk CPO, ketika harganya di bawah 750 dollar AS per metrik ton. Uangnya, digunakan untuk subsidi, kemudian untuk replanting perkebunan rakyat, dan research and development,” kata Sofyan. (Baca: Subsidi Biodiesel 15 Persen Ditanggung Pengusaha)

Namun, Bambang menilai subsidi yang disebut bakal diambilkan dari dana pendukung tersebut masih sebatas wacana. "Itu ide, wacana. Kita harus pertimbangkan juga karena harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Kan enggak bisa begitu saja uang dari swasta langsung masuk menjadi anggaran pemerintah," ujar Bambang.

Sementara itu, Bambang juga menyebut pemerintah akan mencermati apakah ambang batas pengenaan BK bakal diubah, dari ketentuan saat ini yakni 750 dollar AS per metrik ton.

"Ya nanti kita lihat, karena sekarang ini juga mereka (pengusaha) tidak membayar bea keluar kan karena harga yang rendah. Nah, nanti kita kaitkan (subsidi) dengan (BK) itu," ujar Bambang.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan Partogi Pangaribuan mengatakan, Kementerian Perdagangan tidak khawatir pengenaan ambang batas yang lebih rendah bakal membuat ekspor CPO lesu.

"Bukan berarti kalau bikin aturan threshold (diturunkan), lantas ekspornya berkurang, lantas pemerintah tidak bekerja (karena ekspor turun). Tidak juga," kata dia, kemarin (24/5/2015).

Partogi menjelaskan, ada keuntungan yang didapat dari hilirisasi CPO jika dijadikan campuran biodisel. Pemerintah, kata dia, punya perhitungan yang lebih komprehensif. "CPO ini selain kita harapkan devisa ekspor, kita kan mendorong hilirisasi, mandatory biodisel. Tentu ini dihitung baik-baik supaya semuanya bisa terpenuhi," kata Partogi.

Menurutnya, jika hanya mengekspor CPO mentah maka Indonesia akan semakin tertinggal dibanding negara-negara lain. Atas dasar itu, menurut Partogi, Badan Kebijakan Fiskal tengah menganalisa tarif yang cocok dengan kondisi saat ini. Pemerintah juga tengah mematangkan skema subsidi B15.

"Tapi belum ada keputusan final. Itu (50 dollar AS) baru opsi. Bagaimanapun juga kita perlu menggerakkan ekonomi kita, sektor riil, dan juga devisa ekspor kita. Tentu semuanya kita ingin dapat, tapi tentu ada keseimbangan mana yang harus diprioritaskan mana yang harus mengalah," ujar Partogi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com