Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Indonesia Sulit Jadi Negara Maju?

Kompas.com - 26/03/2015, 14:04 WIB
Stefanno Reinard Sulaiman

Penulis

JAKARTA,KOMPAS.com — Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai Indonesia saat ini terjebak sebagai negara dengan pendapatan menengah atau middle income trap. Menurut Komisioner KPPU, Muhammad Syarkawi Rauf, negara dengan tipe ini tak bisa mengandalkan keunggulan dari ketersediaan buruh murah. "Terjebak sebagai perekonomian yang mengandalkan buruh murah dengan sedikit pekerja yang memiliki keterampilan tinggi. Tak bisa bersaing dengan negara maju yang memiliki keunggulan pada tenaga kerja berketerampilan tinggi," jelas Rauf dalam diskusi bulanan Indef bertajuk "Mengurai dan Menjinakkan Kartel Ekonomi", di kantor Indef, Jakarta, Kamis (26/3/2015).

Selain itu, dia mengatakan, tenaga kerja Indonesia yang mulai mahal membuat Indonesia tidak bisa bersaing dengan produk-produk dari Vietnam yang lebih murah. "Penguasaan teknologi kita juga rendah. Pengeluaran pemerintah untuk sektor pangan saja rendah kan, tidak bisa bersaing," katanya.

Menurut dia, Indonesia sebagai negara yang tergabung dengan lower middle income group rentan akan guncangan di perekonomian seperti harga komoditas yang naik. "Bisa jatuh lagi kita ke low income ada guncangan seperti harga naik, bisa langsung turun kasta," katanya.

Berdasarkan data, Rauf menjelaskan bahwa negara middle income memiliki pendapatan per kapita di antara 2.000 dollar AS sampai 7.250 dollar AS. Indonesia pada 2010 mempunyai pendapatan per kapita sebesar 4.790 dollar AS.

Rauf menjelaskan, jika Indonesia konsisten menjaga pertumbuhan sebesar 6 persen, pada 2030, pendapatan per kapita Indonesia bisa mencapai 8.531 dollar AS. "Sampai 2019 akhir pemerintahan Jokowi dengan asumsi pertumbuhan 6-8 persen per tahun bisa capai pendapatan per kapita sekitar 7.000 dollar AS," kata dia.

Namun, Rauf menjelaskan, target tersebut sulit tercapai dengan kondisi perekonomian Indonesia yang dikuasai oleh kartel-kartel di berbagai sektor. "Sampai 2030, kalau tumbuh 6-7 persen saja enggak mungkin jadi negara maju, apalagi kalau kartelnya banyak. Saat ini saja ada tujuh penguasa komoditas pangan. Lalu pasar beras lihat rantai distribusinya, strukturnya oligopoli," demikian Syarkawi Rauf.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com