"Pemerintah saat ini tidak begitu mempertimbangkan kepentingan rakyat. Harga-harga naik kok BBM berlomba dinaikkan," kata Kardaya, dalam sebuah diskusi, Minggu (29/3/2015).
"LPG naik, listrik naik. Itu bukan solusi. Tetapi cara paling mudah, tidak mikir," lanjut mantan pejabat Kementerian ESDM itu.
Padahal, yang parlemen inginkan adalah pemerintah tidak sekadar mempertimbangkan harga minyak dunia, dan nilai tukar rupiah dalam menentukan harga BBM. Pemerintah juga diharapkan mempertimbangkan beban yang ditanggung masyarakat.
Selain tidak mempertimbangkan rakyat, Kardaya juga menilai dalam penetapan harga baru ini pemerintah tidak transparan. Sebelum reses, pemerintah telah bersepakat dalam rapat kerja untuk menentukan harga BBM secara transparan.
Salah satunya waktu itu, tentang perhitungan harga solar yang masih mendapat subsidi Rp 1.000 per liter. Perhitungan pemerintah waktu itu solar dijual Rp 6.400 per liter, namun perhitungan DPR adalah Rp 6.000 per liter.
Pada saat itu pemerintah menyepakati untuk mengkaji ulang harga solar. "Berdasarkan ahli hukum kesimpulan rapat mengikat karena ditandatangani pemerintah dan DPR. Tapi janji hanya janji. Sampai sekarang janji itu tidak pernah ditepati dan ditinjau, malah menaikkan dan tidak transparan," jelas Kardaya.
Dia mengakui penaikan harga BBM memang kewenangan pemerintah, ranpa perlu meminta persetujuan DPR. Namun seyogyanya, kata dia, pemerintah berdiskusi dulu dan menjelaskan kepada parlemen hitung-hitungannya, sebab DPR adalah wakil rakyat.
baca juga: BBM Naik Lagi, Jokowi Dianggap Presiden Berorientasi Pedagang
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.