Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saham Grup Salim dan Astra Jadi Idola, Saham Bakrie Dihindari

Kompas.com - 30/03/2015, 10:01 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Tak dipungkiri, kapitalisasi pasar di Bursa Efek Indonesia (BEI) banyak ditopang saham yang tergabung dalam konglomerasi bisnis. Kinerja konglomerasi bisnis yang membaik sepanjang tahun 2014 diharapkan bisa mengerek sejumlah saham yang berada di naungannya, dalam jangka panjang. Grup bisnis yang banyak bergelut di sektor defensif dan memiliki diversifikasi bisnis dari hulu hingga hilir, dijagokan para analis.

Sebagai contoh, bisnis Grup Salim yang banyak bergerak di bisnis sektor barang konsumsi diperkirakan masih punya prospek bagus. Dalam beberapa tahun terakhir, Grup Salim banyak menambah aset lewat sejumlah akuisisi.

Tahun ini pun Salim masih memiliki beberapa target ekspansi bisnis yang berpotensi mengerek kinerjanya. Hasilnya, mulai kelihatan. Tahun 2014, holding usaha Grup Salim, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) membukukan penjualan bersih Rp 63,59 triliun naik 14,3 persen ketimbang penjualan 2013.

Pencapaian itu mengerek laba bersihnya menjadi Rp 3,89 triliun, tumbuh 55,2 persen dari 2013. Memang, tahun lalu Indofood banyak mendapat tekanan dari kenaikan beban harga bahan baku. Namun, emiten ini bisa menyiasatinya dengan mengerek harga jual produk dan menjaga efisiensi. Hal ini membuat bisnis Indofood membaik. Bahkan, kinerja keuangan emiten sektor perkebunan Grup Salim juga tetap tumbuh di tengah tekanan harga komoditas.

Analis Phintraco Securities Setiawan Effendi memprediksikan, dalam jangka panjang bisnis Indofood akan terdorong oleh pulihnya pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kenaikan daya beli masyarakat. "Sektor bisnis Indofood juga defensif," kata dia, kemarin.

Hans Kwee, Vice-President Investment Quant Kapital Investama menilai, grup yang memiliki diversifikasi bisnis dari sektor hulu ke hilir juga tergolong kebal gejolak ekonomi. Pasalnya, dengan memiliki bisnis komplit, beban tinggi bisa lebih ditekan sehingga margin laba tetap terjaga.

Dia mencontohkan, Grup Salim memiliki bisnis perkebunan dari hulu ke hilir, sehingga dampak negatif jatuhnya harga komoditas menjadi lebih minimal. Grup bisnis yang punya sebaran bisnis defensif adalah Grup Astra. Menurut Hans, meski bisnis Astra melambat, mereka memiliki bisnis dari hulu sampai hilir, sehingga lebih mudah memulihkan kinerjanya.

Hans yakin, kontribusi pendapatan dari otomotif bisa dikurangi dan disubstitusi oleh sektor bisnis lain seperti infrastruktur yang punya prospek bisnis bagus. Sebagai contoh, bisnis alat berat Grup Astra, PT United Tractors Tbk (UNTR), pulih cepat. Laba bersih naik 11 persen menjadi Rp 5,4 triliun pada tahun lalu. Kenaikan laba bersih juga terjadi di sektor agribisnis. PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) mencetak laba Rp 2,5 triliun, naik 39 persen year-on-year (yoy).

"Saham emiten Grup Salim dan Astra juga likuid sehingga menarik untuk jangka panjang," ujar Setiawan, yang merekomendasikan buy on weakness ASII.

Kinerja saham Grup Lippo juga menggeliat. Taktik finansial Lippo dengan jual beli aset seringkali dimanfaatkan trader untuk mengalap cuan jangka pendek. Beberapa tahun terakhir, pertumbuhan saham Grup Lippo juga cukup pesat. Lihat saham PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO) yang sudah melompat ke Rp 13.450 ketimbang harga IPO di Rp 9.000 pada akhir 2013. SILO menjadi denyut nadi baru Grup Lippo yang semula mengandalkan bisnis properti.

Setiawan juga menyukai bisnis ritel Grup Lippo yang tumbuh stabil. Misalnya, PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) yang labanya naik 24,52 persen menjadi Rp 554,01 miliar di 2014. Sementara David Nathanael Sutyanto, analis First Asia Capital menyukai saham SILO, LPKR, dan MLPL.

Tapi, Hans menilai, saham Grup Lippo seringkali disetir sentimen sesaat. Itu sebabnya, dia mengingatkan investor perlu berhati-hati jika ingin masuk saham grup ini. Selain Grup Lippo, David juga melihat prospek positif saham Grup Sinarmas. Dalam dua tahun ke depan, Grup Sinarmas bisa mengejar konglomerasi bisnis lain lantaran saat ini sedang fokus melakukan investasi pengembangan teknologinya.

Jangka pendek, David menilai kinerja Grup Sinarmas berat. Pasalnya, grup ini masih bergantung pada BSDE. Penjualan emiten properti ini kurang memuaskan. "Namun, BSDE masih tumbuh karena memiliki recurring income bagus," kata dia.

Di sisi lain, Setiawan masih memilih menghindari saham Grup Bakrie karena rentan jatuh jika ada kabar negatif soal restrukturisasi utangnya. Meski PT Bakrie and Brothers Tbk (BNBR), perusahaan investasi milik Grup Bakrie, mulai mencatat laba, saham-saham lainnya masih rentan. Sebagai catatan, tahun lalu BNBR mencetak laba bersih Rp 152,9 miliar. Padahal tahun sebelumnya membukukan rugi Rp 12,73 triliun. (Dina Mirayanti Hutauruk, Narita Indrastiti)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Luhut Sambangi PM Singapura, Bahas Kerja Sama Carbon Capture Storage dan Blue Food

Luhut Sambangi PM Singapura, Bahas Kerja Sama Carbon Capture Storage dan Blue Food

Whats New
Honda Prospect Motor Buka Lowongan Kerja, Cek Posisi dan Syaratnya

Honda Prospect Motor Buka Lowongan Kerja, Cek Posisi dan Syaratnya

Work Smart
Tahun Pertama Kepemimpinan Prabowo, Rasio Utang Pemerintah Ditarget Naik hingga 40 Persen

Tahun Pertama Kepemimpinan Prabowo, Rasio Utang Pemerintah Ditarget Naik hingga 40 Persen

Whats New
Revisi Aturan Impor Barang Bawaan dari Luar Negeri Bakal Selesai Pekan Ini

Revisi Aturan Impor Barang Bawaan dari Luar Negeri Bakal Selesai Pekan Ini

Whats New
Pacu Kontribusi Ekspor, Kemenperin Boyong 12 Industri Alsintan ke Maroko

Pacu Kontribusi Ekspor, Kemenperin Boyong 12 Industri Alsintan ke Maroko

Whats New
Uji Coba Bandara VVIP IKN Akan Dilakukan pada Juli 2024

Uji Coba Bandara VVIP IKN Akan Dilakukan pada Juli 2024

Whats New
Menteri Basuki Bakal Pindah ke IKN Juli 2024 dengan 2 Menteri Lain

Menteri Basuki Bakal Pindah ke IKN Juli 2024 dengan 2 Menteri Lain

Whats New
Harga Emas Dunia Stabil di Tengah Meredanya Konflik Timur Tengah

Harga Emas Dunia Stabil di Tengah Meredanya Konflik Timur Tengah

Whats New
Pemerintah Susun Rancangan Aturan Dana Abadi Pariwisata, untuk Apa?

Pemerintah Susun Rancangan Aturan Dana Abadi Pariwisata, untuk Apa?

Whats New
Soal Wajib Sertifikat Halal di Oktober, KemenKopUKM Minta Kemenag Permudah Layanan untuk UMKM

Soal Wajib Sertifikat Halal di Oktober, KemenKopUKM Minta Kemenag Permudah Layanan untuk UMKM

Whats New
Google Kembali Pecat Karyawan yang Protes Kerja Sama dengan Israel

Google Kembali Pecat Karyawan yang Protes Kerja Sama dengan Israel

Whats New
Nasabah Bank Jago Bertambah 3 Juta Setiap Tahun

Nasabah Bank Jago Bertambah 3 Juta Setiap Tahun

Whats New
RUPST MPXL Sepakati Pembagian Dividen dan Tambah Komisaris

RUPST MPXL Sepakati Pembagian Dividen dan Tambah Komisaris

Whats New
KAI Properti Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Cek Posisi dan Syaratnya

KAI Properti Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Cek Posisi dan Syaratnya

Work Smart
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di Bank Mandiri hingga BRI

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di Bank Mandiri hingga BRI

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com