Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengusaha Pelayaran Keluhkan Perubahan Pajak

Kompas.com - 01/04/2015, 13:13 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Para pengusaha pelayaran mengaku makin dipersulit dalam berusaha dan bersaing dengan pelaku pelayaran asing yang selama ini sudah menguasai pasar di Indonesia. Pasalnya, pemerintah hendak mengubah aturan bagi pelaku pelayaran lokal, yakni dari PPh final menjadi PPh tak final.

"Harga saham mayoritas perusahaan pelayaran nasional di bursa, langsung turun sejak muncul berita tentang rencana aturan pajak itu," kata Ketua Umum Indonesian National Shipwners' Association Carmelita Hartoto saat rapat dengar pendapat Panja Penerimaan Negara dengan Komisi XI DPR, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (31/3/2015).

Selama ini, PPh final bagi perusahaan pelayaran sebesar 1,2 persen. Dengan PPh tak final, angkanya bisa main tinggi. Sementara di sisi lain, lanjut Carmelita, pemerintah tak mengubah tarif pajak untuk kapal asing yang berlayar dan selama ini tak membayar pajak di Indonesia. "Respon negatif investor langsung terasa," tambah Carmelita.

Bagi asosiasi pelayaran, rencana pemerintah itu dianggap melanggar UU nomor 17/2008 tentang pelayaran, khususnya pasal 56 dan 57. Selain itu, bagi pengusaha lokal, akan menimbulkan ketidakpastian hukum di bidang usaha.

Anggota Komisi XI DPR RI Maruarar Sirait menilai, suatu hal yang bisa dipahami apabila pemerintah sedang berusaha agar pendapatan perpajakan meningkat di tahun ini. Namun, sebaiknya setiap kebijakan yang dikeluarkan untuk mencapai target itu harus benar-benar dipertimbangkan dengan tegas.

Dia meminta jangan sampai upaya peningkatan pajak justru membuat pengusaha lokal kalah bersaing dengan pengusaha asing. "Saya mengusulkan agar duduk bersama antara Pemerintah dan pengusaha untuk membicarakan ini. Saya usulkan Panja Penerimaan Komisi XI mengundang paling tidak ditjen pajak, supaya menjelaskan soal kebijakan ini. Karena di sisi pengusaha, muncul kerumitan baru," kata pria yang akrab disapa Ara itu.

Menurut Ara, sangat penting bagi DPR untuk mempertemukan dua sudut pandang berbeda, diantara Pemerintah dan pelaku usaha di lapangan. "Kita tak ingin bisnis turun. Kalau bisnis mati, toh tak ada pajak juga dari sektor itu. Kalau memang dampaknya ke pengusaha lokal seperti ini, jelas lebih baik model pajak final dikembalikan," kata Politisi PDI-P itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com