Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Premium Biang Kerok Kontroversi Harga BBM

Kompas.com - 01/04/2015, 16:06 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (Migas) atau Tim Anti Mafia Migas kembali mendorong pemerintah untuk serius menghapus premium (Research Octane Number 88) dari pasar. Menurut ketua tim, Faisal Basari, kontroversi harga bahan bakar minyak (BBM) saat ini terjadi disebabkan masih adanya RON 88.

“Persoalannya kita masih terpaku rumus lama karena kehadiran RON 88 masih ada. Kehadiran RON 88 yang diminta maksimum dua tahun ini akan menimbulkan komplikasi luar biasa,” kata dia ditemui di kantor Tim Anti Mafia Migas, Jakarta, Rabu (1/4/2015).

Faisal menyebutkan, rumus lama yang digunakan dalam perhitungan harga eceran BBM selalu berubah-ubah, alias tidak konsisten. Utamanya terkait besaran komponen alpha dimana sangat tergantung pada pertimbangan yang bersifat temporer dan kondisi sesaat.

“Transisi di masa Pak Jokowi dan kaitannya dengan penataan BBM ini masih dalam proses konsolidasi mencari keseimbangan baru, mencari rumus lebih mantap. Saat ini, setiap penetapan harga baru alphanya berubah-ubah,” ujar Faisal.

Sebelum Januari 2015, alpha premium besarnya Rp 728 per liter atau 3,23 persen dari MOPS (Mean of Platts Singapore). Karena tidak ada RON 88, maka MOPS yang diacu adalah harga RON 92 ditambah Rp 484 ditambah gamma.

Kemudian, mulai 1 Januari 2015 formula penghitungan BBM menggunakan formula 3,92 persen dikalikan Harga Indeks Pasar (HIP) ditambah Rp 672, sehingga totalnya menjadi Rp 891 per liter. Lantas, pada 19 Januari 2015 formulanya menjadi 3,92 dikalikan HIP ditambah Rp 1.022.

“Jadi ada tambahan stock of money Rp 300-Rp 350 karena pom bensin yang rugi, dia beli harga mahal dan jual harga murah,” jelas Faisal.

Dan pada 19 Februari 2015, formulanya menjadi 3,29 dikalikan HIP ditambah Rp 830 – dipicu kenaikan harga minyak – sehingga total alpha Rp 1.011 per liter.

Menurut Faisal, adanya perubahan alpha ini dikarenakan Komisi VII DPR-RI meminta pemerintah melakukan penyesuaian dari yang tadinya dua mingguan menjadi satu bulan. “Ini (alpha) berubah terus, masih mencari pola. Kami mengimbau pemerintah untuk memantapkan formula ini supaya bisa lebih accountable,” ucap ekonom Universitas Indonesia itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com