Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Binar Mata Dedek Sudah Kembali...

Kompas.com - 15/04/2015, 18:48 WIB


KOMPAS.com - "Mohon doa, anak saya besok (Rabu 15/4/2015) mau dioperasi!" seru Puji Astuti di hadapan tamu undangan di Rumah Singgah Ronald McDonald House Charities (RMHC) Indonesia pada Selasa (14/4/2015) siang.   

Setidaknya dua kali perempuan asal Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat itu mengucapkan kata-kata tersebut. Ia tampak bersemangat. Meski, sebelumnya, saat bercerita soal anak perempuannya, Sri Widiastuti, perempuan berambut pendek itu tak kuasa menahan tangis.

Sri Widiastuti atau sering dipanggil Dedek karib dengan kamar rumah sakit. Soalnya, sejak umur tujuh bulan hingga dua tahun, Dedek yang kini berusia 11 tahun itu sering dirawat di rumah sakit. "Tapi, waktu itu enggak ketahuan sakitnya apa," kata Puji Astuti.

Lebih lanjut, Puji Astuti atau Tuti menerangkan bahwa diagnosa dokter di rumah sakit tempat Dedek dirawat, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ciawi, cuma mengatakan pasiennya itu menderita kekurangan cairan dan gula. "Itu aja sih kata dokternya," tutur Tuti.

Pada enam bulan silam sejak saat ini, Dede mengaku sulit buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK). Dari hasil diagnosa di RSUD Ciawi baru ketahuan bahwa mesti dilakukan pembedahan untuk membuat saluran berkemih di alat kelamin Dedek. Lantaran keterbatasan penanganan, RSUD Ciawi merujuk Dedek untuk dirawat di RSU Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Jalan tak mulus bagi Dedek. Ia akhirnya justru mendapat rujukan di RS Fatmawati, Jakarta Selatan, sampai sekarang. "Dokter dari RS Cipto datang merawat ke Fatmawati," kata Tuti lagi.

Bagi Tuti, yang menjanda lantaran ditinggal mati suaminya pada Mei 2011 lantaran penyumbatan pembuluh darah otak, merawat Dedek, adalah perjuangan luar biasa. Pasalnya, kematian sang suami disusul oleh kematian anak sulungnya atau kakak kandung Dedek, setahun sesudahnya.

Sementara, anak bungsunya atau adik kandung Dedek yang kini berusia 3,5 tahun juga menderita sakit parah. "Saya bingung. Penderitaan saya sepertinya enggak ada lainnya di dunia," kata perempuan kelahiran Bogor pada 31 Mei 1970 itu.

Tuti mengaku hanya menjadi pembuat dan pedagang krupuk. Penghasilannya sebulan hanya Rp 50.000.

Tak hanya itu, saat mengurus Dedek pergi pulang ke rumah sakit, konsentrasinya terpecah untuk mengurus si bungsu. Maka dari itulah, mata pencariannya pun terbengkalai. "Saya enggak punya uang," akunya.

Kedinginan

Perjuangan mengantar Dedek berobat ke RS Fatmawati menyisakan kisah tersendiri. Sedikitnya, Tuti mesti membawa uang Rp 80.000 untuk ongkos transportasi pergi pulang Ciawi ke Jakarta.

Selain itu, butuh waktu sehari semalam bagi Tuti dan Dedek di RS Fatmawati. "Kalau besok mau berobat, hari ini jam empat sore (16.00) kami sudah berada di RS Fatmawati untuk mendaftar. Saya enggak punya uang untuk mengontrak rumah di dekat RS. Makanya, kami tidur di luar Ruang IGD (Instalasi Gawat Darurat)," kenang Tuti.

Di luar Ruang IGD, saat malam hari, udara terbilang dingin. "Dedek selalu kedinginan," tutur Tuti yang mengaku selalu menangis andai dirinya mengenang bertubi-tubi peristiwa yang menimpanya.

Singkat kata, perkenalan dengan RMHC Indonesia, datang dari seorang suster perawat di IGD. Melalui prosedur yang terbilang gampang, jadilah Tuti dan Dedek tinggal di Rumah Singgah RMHC Indonesia di Jalan Kana Lestari J-24, Lebak Lestari, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. "Di sini saya hanya menemani Dedek supaya bisa kontrol ke RS Fatmawati. Semuanya sudah dijamin," ujar Tuti.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com