Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sempat Dicemooh, Kini Bisnis Suvenir Didi Capai Omzet Rp 500 Juta

Kompas.com - 24/04/2015, 06:06 WIB

KOMPAS.com - Berasal dari keluarga yang berlatar belakang pedagang menjadikan Didi Kurniadi memiliki jiwa berdagang sejak kecil. Apalagi dengan tuntutan ekonomi keluarga yang pas-pasan, membuat Didi sudah terbiasa menjalankan bisnis untuk membantu orang tuanya sejak dia masih remaja.

Berbagai sektor usaha sudah dia jalankan ketika menghabiskan masa sekolah di Lampung, mulai dari berjualan empek-empek, berjualan majalah sampai menjadi agen penjual atau reseller produk suvenir dari Jakarta. Siapa sangka usaha terakhirnya ini mampu membawa pria berusia  35 tahun ini menuju pada kesuksesan finansial.

Lewat merek usaha Radja Promosi, Didi berhasil membangun bisnis suvenir atau produk promosi di daerah tempat tinggalnya di Lampung. Dia memberi nama Radja karena itu nama tertinggi dalam kasta kerajaan. "Hampir semua yang nama radja itu baik, jadi biar terdengar unik," ceritanya.  

Dia mengklaim Radja Promosi adalah usaha suvenir produk promosi perdana yang berlokasi di Lampung. Latar belakang dia menjalankan usaha ini karena dulu dia melihat  belum ada media promosi yang unik di Lampung. "Kalau ada yang mau berpromosi atau beriklan, ya kalau tidak pasang iklan, pasang spanduk," ujarnya kepada Kontan.

Usaha yang Didi rintis sejak tahun 2009 ini sudah mampu memproduksi ribuan suvenir setiap bulan. Beberapa produk suvenir tersebut di antaranya adalah handuk, boneka, payung, kaus, spanduk, mug, kotak tisu, jam, topi, tenda, pulpen, kipas, gantungan kunci, dan masih banyak lagi.

Dengan dibantu 20 orang karyawan untuk operasional, Radja Promosi hingga kini sudah banyak mendapatkan klien di berbagai daerah di Sumatra dan Jawa. Sebagian besar pelanggannya berasal dari perusahaan-perusahaan besar seperti Indosat, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BRI dan hotel-hotel.

Harga jual produknya beragam. Pemesanan bisa satuan hingga ribuan. Untuk Produk termurah misalnya pena seharga Rp 1.700 per unit. Produk promosi yang termahal adalah tenda promosi seharga Rp 8,5 juta per unit. Didi mengaku bisa mendapatkan sekitar 30 konsumen sampai 50 konsumen per bulan. Nilai pemesanannya rata-rata sekitar Rp 9 juta sampai Rp 10 juta per konsumen. Maka tak heran jika omzet usahanya bisa mencapai Rp 500 juta per bulan.

Kesuksesan Didi merintis usaha jasa suvenir dari nol hingga mampu mencetak omzet ratusan juta per bulan di Lampung ini menarik untuk dicontoh. Ini  membuatnya beberapa kali mendapatkan tawaran untuk menjadi pembicara di seminar kewirausahaan.

Ia pernah menjadi salah satu pembicara seminar Kun Fayakun for Business yang diselenggarakan oleh PPPA Daarul Quran Lampung. "Saya senang kalau berbagi ilmu bisnis kepada orang lain," ujarnya.

Dalam memasarkan produknya, Didi rajin memasang iklan di koran lokal untuk menjangkau konsumen di Lampung. Sementara untuk skala nasional, dia memanfaatkan media sosial mulai dari situs radjapromosi.com, Facebook, dan Twitter. "Sebagian besar pemesanan yang datang masih via offline," jelasnya.

Jual empek-empek

Didi besar di tengah keluarga dengan kondisi ekonomi pas-pasan. Ayahnya berprofesi sebagai pedagang soto ayam dan ibunya menjadi penjual sayur keliling. Kondisi ini membuat Didi lebih peka dengan keadaan ekonomi keluarganya.

Sejak kelas 3 SD hingga SMA, anak pertama dari lima bersaudara ini berjualan empek-empek untuk membantu keuangan keluarga. Bertahun-tahun berjualan membuatnya terbiasa dengan aktivitas ini.

Ketika menjadi mahasiswa di Universitas Lampung, Didi sempat menjadi pengurus dana dan usaha (danus) di salah satu organisasi kerohanian di fakultasnya selama tiga tahun. Dari situ, dia banyak belajar mengelola sebuah bisnis.

Lantaran sudah terbiasa dengan profesi menjadi penjual, ketika lulus kuliah, pria kelahiran tahun 1980 ini sempat bergabung menjadi sales di sebuah lembaga pendidikan di Lampung.

Halaman:
Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com