Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonomi Hanya Tumbuh 4,71 Persen, "Alarm" bagi Tim Ekonomi Jokowi

Kompas.com - 06/05/2015, 07:09 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com- Setelah enam bulan dilantik sejak akhir Oktober tahun lalu, kinerja menteri ekonomi Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) belum memuaskan. Kondisi ini tercermin dari sejumlah indikator makro ekonomi di triwulan I 2015.
 
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan,  pertumbuhan ekonomi triwulan pertama 2015 hanya mencapai 4,71 persen, lebih rendah dari triwulan I-2014 sebesar 5,14 persen. Bahkan, pelambatan ekonomi di kuartal I tahun ini terendah sejak tahun 2011.
 
Ini hanya salah satu indikator makro ekonomi menjadi gambaran. Catatan lain, kemarin BPS mengumumkan, per Februari 2015, pengangguran terbuka justru bertambah sebesar 300.000 orang menjadi 7,45 juta atau 5,81persen dari total angkatan kerja. Sebelumnya, pengangguran masih 5,7 persen atau 7,15 juta orang. Padahal, APBNP 2015 menargetkan tingkat pengangguran sebesar 5,6 persen.
 
Tak pelak, publik menilai kinerja para menteri ekonomi Jokowi belum memuaskan. Publik kecewa dengan harga bahan kebutuhan pokok dan energi yang terus naik.  "Fakta-fakta di lapangan saat ini adalah peringatan bagi semua menteri ekonomi pemerintahan Jokowi," kata Hariyadi Sukamdani, Ketua Umum Apindo, kepada Kontan.
 
Ekonom LIPI Latif Adam menyoroti lemahnya kinerja Menteri Perdagangan Rahmat Gobel dan Menteri Perindustrian Saleh Husein. Di awal jabatannya, Gobel sempat menetapkan target ekspor dalam tiga tahun akan meningkat 300 persen. Tapi, sampai kini, belum ada hasil nyata dari target itu, pun upaya yang dilakukannya.
 
Di bawah kepemimpinan Gobel, Kementerian Perdagangan tampak sulit mengontrol harga pangan. Sampai kini, dalam catatan Kontan, Rachmat belum mengeluarkan sanksi kepada pengusaha dan distributor yang menimbun pangan di gudang.
 
Koordinasi lemah
 
Sedangkan Kementerian Perindustrian yang dikomandani Saleh Husein belum memiliki grand strategy pengembangan industri nasional, utamanya mengembangkan industri manufaktur dan industri dasar. Namun Saleh tampak  santai mendengar kritik ini. "Saya  yang penting kerja dan kerja," tutur Saleh, kepada Kontan.
 
Jika menggunakan rentang 1 sampai 5, secara umum, Ekonom Universitas Indonesia, Berly Martawardaya, memberi nilai 3,5 bagi tim ekonomi kabinet sekarang.  Buruknya koordinasi antar-menteri dinilai jadi pemicu sulitnya pemerintah untuk bekerja. Persoalan ini bahkan nyaris terjadi semua lini. Akibatnya, ide-ide besar yang bertujuan baik, tak menetes ke bawah dan malah macet di tingkat operasional.
 
Urusan ini tentu tak bisa serta merta dilimpahkan ke para menteri. Ini adalah domain Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Idealnya, Presiden dan Wakil Presiden bisa menyatukan irama tim kabinetnya, bukan malah memperunyam koordinasi.
 
Yang terang, buruknya koordinasi ini malah memicu anek kontroversi yang tidak produktif. Misalnya, tuntutan mengejar penerimaan pajak sebanyak-banyaknya, justru berlawanan dengan pengembangan industri dalam negeri dan pemberian insentif investasi.
 
Alhasil, sejumlah peluang malah lewat begitu saja. Contohnya adalah potensi  investasi bidang elektronik. Saat ini, banyak pabrikan elektronik yang mengalihkan basis produksi keluar dari Tiongkok dengan nilai sekitar 300 miliar dollar AS. "Ada potensi yang bisa direbut. Tapi, Indonesia belum bisa mengambil kesempatan emas ini karena iklim investasi kurang baik," ujar Anton Supit, pengusaha nasional.
 
Ke depan masih banyak pekerjaan penting yang harus dituntaskan oleh pemerintah. Antara lain meningkatkan belanja pemerintah sesuai target di APBN Perubahan. Sebab pertumbuhan ekonomi di kuartal II dan selanjutnya akan lebih banyak dipicu oleh belanja pemerintah. Apalagi Kepala BPS Suryamin, menyatakan lambatnya belanja anggaran di kuartal I menjadi penyebab ekonomi melambat. "Belanja anggaran jangan lagi tertunda," ujar Suryamin.
 
Hingga akhir tahun ini, Hariyadi Sukamdani menilai pemerintah  tak bisa mengharapkan Foreign Direct Investment (FDI) untuk mengerek pertumbuhan sementara pajak tidak bisa diandalkan karena penerimaannya diperkirakan di bawah tahun 2014. "Pemerintah harus menambah belanja modal, kalau perlu dari utang, " tutur Hariyadi. Pemulihan ekonomi Indonesia, jelas pertaruhan besar bagi tim ekonomi kabinet saat ini. (Kontan/Agus Triyono, Handoyo, Margareta Engge Kharismawati)
 
 
 
 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Saham BBRI 'Nyungsep' 5 Persen, Investor 'Buy' atau 'Hold'?

Harga Saham BBRI "Nyungsep" 5 Persen, Investor "Buy" atau "Hold"?

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di BCA Mobile

Cara Hapus Daftar Transfer di BCA Mobile

Work Smart
Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Whats New
Bantu Industri Hadapi Risiko Geopolitik, PGN Bakal Bangun Hub Optimalkan LNG Lintas Negara

Bantu Industri Hadapi Risiko Geopolitik, PGN Bakal Bangun Hub Optimalkan LNG Lintas Negara

Whats New
Mendag Musnahkan 27.078 Ton Produk Baja Ilegal Milik PT Hwa Hook Steel

Mendag Musnahkan 27.078 Ton Produk Baja Ilegal Milik PT Hwa Hook Steel

Whats New
Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Tumbuh pada Kuartal I-2024

Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Tumbuh pada Kuartal I-2024

Whats New
Bangun Ekosistem Hunian Terintegrasi Internet, Perumnas Gandeng Telkomsel

Bangun Ekosistem Hunian Terintegrasi Internet, Perumnas Gandeng Telkomsel

Whats New
Kalog Express Layani Pengiriman 3.186 Ton Barang Selama Lebaran 2024

Kalog Express Layani Pengiriman 3.186 Ton Barang Selama Lebaran 2024

Whats New
Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga

Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga

Whats New
Temukan Jaringan Narkotika di Tangerang, Bea Cukai dan BNNP Banten Musnahkan 21 Kg Sabu

Temukan Jaringan Narkotika di Tangerang, Bea Cukai dan BNNP Banten Musnahkan 21 Kg Sabu

Whats New
Dorong UMKM 'Go Global', Pertamina Kembali Gelar UMK Academy 2024

Dorong UMKM "Go Global", Pertamina Kembali Gelar UMK Academy 2024

Whats New
Mata Uang Polandia Bukan Euro meski Gabung Uni Eropa, Apa Alasannya?

Mata Uang Polandia Bukan Euro meski Gabung Uni Eropa, Apa Alasannya?

Whats New
Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Whats New
Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani

Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani

Whats New
Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com