Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Sebut HPP Beras Naik, Beban 50 Juta Rakyat Miskin Bertambah

Kompas.com - 23/05/2015, 22:30 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) yang juga Dewan Pengawas Perum Bulog, Ardiansyah Parman berpendapat, pricing policy dalam hal ini kenaikan harga pembelian pemerintah (HPP) tidak bisa dijadikan pendekatan untuk meningkatkan kesejahteraan petani.

"Menurut saya tidak pas. Kenapa? Pricing policy itu akan membebani dua pihak," kata Ardiansyah, dalam diskusi bertajuk "Beras dan Kedaulatan Pangan", yang digelar KAGAMA dan harian Kompas, Sabtu (23/5/2015).

Pihak pertama yakni petani itu sendiri. Sebanyak 14,2 juta rumah tangga petani merupakan buruh tani atau petani gurem, yang juga menjadi konsumen beras.

"Kalau dikalikan 4 (anggota keluarga) kira-kira ada 50 juta masyarakat yang terbebani, orang miskin di desa," ucap dia.

Pihak kedua yakni masyarakat umum, yang juga harus membeli beras dengan harga lebih tinggi. "Kalau meningkatkan pendapatan petani ya itu meningkatkan produktivitas, dan produksi. Bukan menaikkan harga," kata Ardiansyah.

Jika produktivitas meningkat, dia bilang, keuntungan yang didapat petani akan lebih tinggi daripada kenaikan harga beras. Atas dasar itu, upaya yang dilakukan pemerintah saat ini dinilainya sudah tepat, yakni meningkatkan produktivitas pertanian.

"Tetapi kalau harga yang ditingkatkan, begitu harga naik maka 50 juta masyarakat miskin terbebani, karena mereka itu adalah konsumen," kata mantan Sekjen Kementerian Perdagangan itu.

Di samping berpeluang membebani masyarakat, kenaikan HPP juga dikhawatirkan menyebabkan disparitas harga beras lokal dan produksi negara tetangga makin lebar.

Ujung-ujungnya, kata dia, rawan terjadinya penyelundupan komoditas beras. "Penyelundupan beras mungkin terjadi, apalagi di daerah perbatasan dengan panjang pantai kita ini, tidak cukup kita mengjangkau (mengawasi)," kata Ardiansyah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com