Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Sebagai Produsen Bauksit, Indonesia Malah Harus Mengimpor Alumina..."

Kompas.com - 29/05/2015, 15:14 WIB
Yoga Sukmana

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Politisi Partai Amanat Nasional, Drajad Wibowo balik mempertanyakan sikap Mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri yang meributkan pelarangan ekspor bauksit. Padahal, ada hal yang lebih penting dari pada meributkan larangan ekspor bauksit.

"Apakah tidak sebaiknya Bang Faisal dan para pelaku yang meributkan hal ini bekerja keras supaya mas Erry (Ketua Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia) dan kawan-kawan (pengusaha) bisa mewujudkan pembangunan pengolahan?" kata Drajad kepada Kompas.com, Jakarta, Jumat (29/5/2015).

Dia mengatakan, membuat pengolahan bauksit memerlukan investasi yang besar. Tapi lanjut dia, bukan berarti pelaku usaha di Indonesia tidak ada yang bisa membangun smelter.

Drajad mencontohkan bagaimana PT Antam bersama Showa Denko, Jepang, memulai pembangunan pabrik CGA (Chemical Grade Alumina) pada 11 April 2011 di Kayan, Kalimaman Barat. Saat itu nilai investasi 450 juta dollar AS.

"Jadi saya balik bertanya ke bang Faisal dan mas Erry, kenapa pihak lain bisa menggandeng mitra untuk membangun pengolahan alumina?" tanya mantan Wakil Ketua Fraksi PAN DPR RI periode 2004-2009 itu.

Sebelumnya, dia menjelaskan, kebijakan pemerintah melarang ekspor bauksit itu lantaran bauksit merupakan mineral mentah yang merupakan bahan baku pembuatan alumina. Berdasarkan Pasal 103 dan dan 107 UU Minerba, badan usaha pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri. Salah satu jalannya yaitu dengan membuat smelter untuk meningkatkan nilai tambah hasil tambang dari perut bumi Indonesia.

"Indonesia sudah menambang dan mengekspor bauksit mentah sejak 1936, diawali dengan tambang di Bintan, Kepri. ...Dan yang ironis, sebagai produsen bauksit, Indonesia malah harus mengimpor alumina untuk membuat aluminium. Banyak sekali potensi nilai tambah yang hilang di sini," kata dia.

Saat ini, lanjut Drajad, kisaran harga alumina di dunia sekitar 9-17 kali harga bauksit mentah. Sementara harga aluminium, sekitar 110 - 140 kali lipat harga bauksit. Dari sisi rasio pengolahannya, kira-kita satu ton bauksit bisa menjadi setengah ton alumina, kalau diolah lagi maka menjadi seperempat aluminium.

"Dengan rasio harga di atas, bisa dibayangkan berapa besar nilai tambah yang hilang karena Indonesia hanya mengekspor bauksit mentah. Zalim sekali kita kepada anak cucu kalau hanya menguras mineral mentah, dan mereka (generasi selanjutnya) kita beri sisa ampas-ampasnya (saja)," kata Drajad.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Dari Perayaan HUT hingga Bagi-bagi THR, Intip Kemeriahan Agenda PUBG Mobile Sepanjang Ramadhan

Rilis
INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

INACA: Iuran Pariwisata Tambah Beban Penumpang dan Maskapai

Whats New
Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Whats New
OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

Rilis
Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Whats New
Lebaran 2024, KAI Sebut 'Suite Class Compartment' dan 'Luxury'  Laris Manis

Lebaran 2024, KAI Sebut "Suite Class Compartment" dan "Luxury" Laris Manis

Whats New
Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Whats New
Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Whats New
Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Whats New
IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com