Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Giliran Pengamat Tuding Tim Faisal Basri Terlibat Mafia Internasional

Kompas.com - 03/06/2015, 18:59 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng menyebut Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (Migas) yang dipimpin pengamat ekonomi politik dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, terlibat dalam sindikat mafia migas internasional. Setidaknya ada tiga indikator yang menjadi dasar kesimpulan Salamuddin. Pertama soal subsidi migas. "Sejak awal tim mafia migas memandang bahwa subsidi membebani APBN, dan mengusulkan penggunaan kartu untuk subsidi BBM dan distribusi tertutup untuk gas," kata Salamuddin dalam konferensi pers Rabu (3/6/2015).

Salamuddin menjelaslan, menurut tim Faisal, cara mengurangi beban APBN adalah dengan menghapuskan Premium atau RON 88 dan menggantikannya dengan Pertamax atau RON 92. Di sisi lain Tim Faisal juga mendorong-dorong pemerintah untuk menerapkan mekanisme pendistribusian subsidi dengan sistem target.

Sayangnya, menurut Salamuddin pendistribusian subsidi yang benar adalah sektoral, seperti untuk kelompok nelayan atau petani. "Tapi ini direduksi, seperti yang dilakukan ADB dan WB. Jadi subsidi ini masih dipandang sebagai belas kasihan negara kepada warga negara, dan bukannya tanggung-jawab ke pertumbuhan industri ekonomi, dan lain-lain," kata dia.

Salamuddin juga menilai tidak ada kaitannya antara pembubaran Petral dengan upaya mengatasi efisiensi membengkaknya subsidi. Menurut Salamuddin, logika Faisal dan tim untuk mengotak-atik rantai pasokan terlampai jauh dan tidak dekat dalam struktur perdagangan migas.

Adapun indikasi kedua adalah rekomendasi yang berkaitan dengan fiskal. Secara serta-merta, tim memberikan rekomendasi untuk pemberian insentif fiskal, penghapusan pajak, dan lain sebagainya. Menurut Salamuddin, kebijakan ini akan semakin memperluas dominasi asing dalam sektor migas. "Tim ini terlihat sekali kecenderungannya pada rencana untuk memberikan dominasi pada penanaman dan penguasaan modal asing," kata dia.

Sementara itu, indikasi ketiga adalah yang berkaitan dengan regulasi. Salamuddin mengatakan revisi Undang- Undang No 22 tahun 2001 justru melemahkan Pertamina. Salah satunya terlihat dari rencana pembentukan BUMN Khusus yang akan mengelola migas. "Dari ketiga cakupan itu, saya sampai kesimpulan tim reformasi tatakelola migas merupakan bagian langsung terlibat rezim internasional, sindikat, kartel dan mafia internasional. Mereka sadar atau tidak berada dalam alur permainan itu," kata Salamuddin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com