Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sudirman Siap Buka-bukaan soal Petral dan Kantor Presiden

Kompas.com - 09/06/2015, 14:40 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com -
Menteri ESDM Sudirman Said tetap menyebut pemerintah sebelum era Jokowi-JK punya peran mempertahankan anak usaha PT Pertamina (Persero), yakni PT Pertamina Energy Trading (Petral). Dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR Selasa (9/6/2015), Sudirman kembali menyinggung soal itu.

Penjelasan Sudirman muncul saat anggota Komisi VII Ramson Siagian menanyakan pernyataan Sudirman terkait mantan presiden Bambang Yudhoyono (SBY) soal Petral. Sudirman menjelaskan, pernyataannya tidak berubah, sama seperti ketika memberikan penjelasan kepada Presiden Joko Widodo.

Sudirman menjelaskan, dalam sebuah pertemuan Presiden Jokowi bertanya bagaimana membereskan mafia migas. Sudirman mengaku, dia tidak punya pengalaman teknis yang cukup, tapi ada ahli migas yang mau bekerja bareng, asal pimpinannya konsisten.

’’Sebetulnya meluruskan sektor ini bukan soal teknis. Ini soal strategi, policy, kebersihan praktik,’’ kata Sudirman di Gedung DPR RI.

Sudirman menegaskan pentingnya komitmen pimpinan sebagai syarat membereskan masalah ini, karena hal tersebut tidak terlihat di presiden sebelumnya.

Sebagai mantan petinggi Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina, dia mengklaim, tahu betul ada upaya menghentikan berbagai perbaikan. ’’Saya katakan, banyak inisiatif baik, itu terhenti di sini. Presiden (Jokowi) tanya maksudnya di mana, (saya jawab) di kantor presiden,’’ imbuhnya.

Dia juga siap menjelaskan lebih lanjut soal tudingan itu kepada anggota DPR. Namun, Sudirman butuh ruang lebih tertutup sebelum membuka semuanya.

Dia menegaskan, kesaksiannya bukan cuma isapan jempol karena pernah berada di Pertamina. ’’Saya korban proses itu. Saya siap jelaskan kenapa cukup yakin bahwa banyak inisiatif baik terhenti di kantor presiden,’’ tegasnya.

Kepada seluruh anggota Komisi VII yang hadir dalam rapat, Sudirman meminta agar mengikuti persidangan di KPK yang melibatkan bekas Sekjen ESDM Waryono Karno. Dia menyebut, ada bukti yang situasinya sangat kultural dan bukan hal gampang diselesaikan. Itulah kenapa butuh keinginan kuat dari pemimpin negara untuk meluruskan sektor migas.

Persidangan yang dimaksud Sudirman Said bisa jadi adalah kasus yang membelit bekas Ketua Komisi VII DPR, Sutan Bhatoegana. Dalam sidang pekan lalu, dia sempat menyebut Ketua Fraksi Partai Demokrat Edhi Baskoro Yudhoyono atau Ibas ikut bermain di beberapa proyek SKK Migas.

Tuduhan itu disampaikan Sutan saat menanggapi kesaksian Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini karena merasa disudutkan. Saat itu ada proyek pembangunan anjungan lepas pantai (offshore) Chevron di SKK Migas yang dimenangkan PT Timas Suplindo. Tetapi, Rudi belum menandatangani surat proyek tersebut.

’’Pak Rudi mengaku ditekan, enggak mau nyebutin nama. Saya sebutkan Ibas dan kawan-kawan. Iya kan,’’ katanya.

Wakil Ketua Komisi VII Mulyadi yang berasal dari Partai Demokrat menegaskan, Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono tidak pernah menghalangi upaya pemberantasan korupsi. Lantaran tidak ada pernyataan secara langsung yang disebut Sudirman Said adalah SBY, dia berpikir tuduhan itu bisa untuk siapa aja.

’’Kalau bicara kantor presiden, Petral sudah berdiri dari sejak 1969. Ada beberapa presiden,’’ katanya.

Dia menambahkan, Fraksi Demokrat siap mendukung pemberantasan mafia migas. Namun, pihaknya meminta agar pemberantasan dilakukan secara penuh, supaya tidak terkesan pencitraan. (Pratama Guitarra)

baca juga: SBY Merasa Difitnah, Kementerian ESDM Koordinasi dengan Istana

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com