Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintahan Jokowi Layak Belajar dari Pemerintahan Modi

Kompas.com - 14/06/2015, 14:09 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Tak cuma populer, pemerintah baru India di bawah nakhoda Narendra Modi nyata-nyata telah membalikkan ekonomi India menuju arah perbaikan. Padahal, pemerintahan baru India juga terbentuk tak berselang lama dari pemerintahan Joko Widodo. Apa rahasianya?

Direktur Eksekutif INDEF Enny Sri Hartati menuturkan, pemerintahan Modi mau bekerja keras untuk membenahi fundamental ekonominya, tidak hanya berkutat pada kebijakan-kebijakan ekonomi yang instan dan populis. Enny menyinggung, contoh kebijakan instan yang diambil pemerintah Jokowi ialah penghapusan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Enny mengatakan, struktur ekonomi India sebetulnya hampir mirip dengan Indonesia, dengan porsi ekspor India sebesar 27 persen sedangkan Indonesia sebesar 25 persen dari produk domestik bruto. Namun, yang menjadi pertanyaan, lanjut Enny, mengapa India mampu tumbuh 7,5 persen di tengah hambatan global?

“Karena dia jaga dulu inflasinya. Kemarin inflasi India kan juga sangat tinggi. Begitu si Modi naik, dia bagaimana habis-habisan melakukan stabilisasi harga-harga dalam negeri,” kata Enny berbincang dengan Kompas.com, Jakarta, Minggu (14/6/2015).

Selain itu, kebijakan pemerintah Modi untuk melakukan stabilisasi harga juga didorong oleh kebijakan moneter bank sentralnya yang menurunkan suku bunga acuan. “Suku bunga acuan bank Indianya kan sudah turun. Nah itu yang mampu yang menggeliatkan konsumsi masyarakat,” kata Enny.

Kebijakan pemerintah dan bank sentral India tersebut membuat indeks keyakinan konsumen di negara itu naik dan tentunya indeks tendensi bisnisnya meningkat. “Itu yang mampu menyebabkan pertumbuhan ekonomi India 7,5 persen,” sambung Enny.

Lantas apa yang dilakukan pemerintahan Jokowi untuk menggenjot konsumsi? “Nah Indonesia ini bukan menyelesaikan persoalan yang dari fundamental, tapi malah lihat banyak orang pergi ke luar negeri, lantas PPnBM-nya dikurangi,” kata Enny.

Menurut dia, kebijakan ini sangat reaktif dan tidak diperhitungkan secara kompehensif, seperti apa implikasinya terhadap variabel makro lain. Misalnya, kata Enny, terkait dengan daya saing industri dalam negeri dan neraca perdagangan.

Ia melihat kebijakan penghapusan PPnBM –yang diyakini Menteri Keuangan dapat menodorong konsumsi– hanyalah cara instan untuk meraup penerimaan. Padahal, implikasi dari kebijakan ini berpeluang mematikan daya saing barang-barang buatan domestik.

“Dan konsumennya itu kan konsumen yang high class. Masa konsumen yang high class diberikan insentif. Ini nanti kan kesenjangannya makin melebar. Ini menurut saya kebijakan instan. Jadi menurut saya, kita mesti belajar seperti India,” kata Enny.

Dalam waktu dekat pemerintah akan mengeluarkan kebijakan penghapusan PPnBM selain kendaraan bermotor. Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro mengungkapkan tujuan dari kebijakan ini adalah untuk mendorong konsumsi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com