Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontroversi Go-Jek...

Kompas.com - 18/06/2015, 09:47 WIB
Yoga Sukmana

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Masyarakat Jakarta merasa dimudahkan dengan kehadiran jasa Go-Jek. Angkutan penumpang yang mengandalkan sepeda motor itu menggunakan aplikasi dalam smartphone untuk menjaring pelanggannya. Tinggal klik, tukang ojek dengan seragam dan helm hijau akan langsung menuju tempat si pelanggan jasa antar tersebut.

Soal tarif, tak perlu khawatir. Dalam aplikasi Go-Jek, si pelanggan bisa mengetahui tarif yang harus dibayarkan sesaat sebelum memesan jasa antar itu. Dengan segala kepraktisan itu, Go-Jek langsung mendapat perhatian masyarakat Jakarta.

Jagat dunia maya, mulai dari anak sekolah, anak kuliahan, orang kantoran, hingga Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pun membicarakan fenomena Go-Jek.

Bagi pengamat kebijakan publik Agus Pambagio, kehadiran Go-Jek merupakan realitas menarik, tetapi juga kontroversial. Pasalnya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kendaraan roda dua bukanlah angkutan umum.

"Munculnya ojek atau Go-Jek jelas itu karena negara tidak ada. Ojek itu bukan angkutan umum, dasar hukumnya jelas," ujar Agus di Jakarta, Rabu (17/6/2015).

Dia menjelaskan, secara penggunaan aplikasi, Go-Jek tak melanggar UU Informasi dan Transaksi Elektronik. Namun kata dia, jika melihat UU Lalu Lintas dan Angkutan Umum, maka Go-Jek bisa dikatakan ilegal kerana masuk ranah transportasi.

Agus tak menampik kehadiran Go-Jek sangat membantu masyarakat ibu kota, terutama untuk memecah kepadatan lalu lintas Jakarta yang tentu saja membuat jengkel. Bahkan, Agus memuji terobosan yang dilakukan Go-Jek adalah terobosan yang cantik.

Namun, sayangnya, kata dia, kecantikan terobosan Go-Jek itu menabrak aturan. Oleh karena itu, lanjut Agus, satu-satunya jalan melegalkan Go-Jek ya dengan merevisi UU Nomor 22 Tahun 2009 atau membuat aturan khusus. (Baca: Ojek Bukan Angkutan Umum)

Sementara itu, pengamat transportasi Djoko Setijowarno juga mengungkapkan hal yang tak jauh berbeda dengan pendapat Agus. Namun, dia lebih menyoroti Go-Jek sebagai badan usaha. "Nah, kalau badan usaha kan harus pelat kuning. Bayar pajak gimana coba dia? Bayar retribusi ke daerah enggak? Taksi kan bayar pajak, mereka enggak bayar pajak dong?" kata Djoko.

Menurut Djoko, pengakuan Go-Jek yang menyatakan bukan bisnis transportasi, tetapi bisnis aplikasi, hanya alasan. Pasalnya, kata dia, secara aturan jelas bahwa kehadiran Go-Jek bertentangan dengan UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

"Di undang-undang kan minimal angkutan umum roda tiga. Bajaj termasuk, tapi itu pun harus uji tipe, uji kir, ini kan untuk keselamatan juga. Sepeda motor gimana uji kir? Berarti kan tidak ada asuransi kan," ucap dia.

Di tengah fenomena dan kontroversinya itu, kehadiran Go-Jek barangkali memberikan alternatif angkutan yang cepat dan murah bagi masyarakat Ibu Kota. Bahkan, bisa jadi, kehadirannya mencambuk pemerintah yang juga memiliki kewajiban menyediakan angkutan umum untuk masyarakatnya.

Ya, seperti diamanatkan UU yang menyebutkan angkutan roda dua bukanlah angkutan umum. UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Baca juga: Membelah Kemacetan Ibu Kota dengan Ojek Argo, Hanya Rp 3,4 Per Meter

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinjau Bandara Jenderal Besar Abdul Haris Nasution, Menhub: Kembangkan Ekonomi di Mandailing Natal

Tinjau Bandara Jenderal Besar Abdul Haris Nasution, Menhub: Kembangkan Ekonomi di Mandailing Natal

Whats New
Apa Itu KIP Kuliah? Ini Arti, Rincian Bantuan, hingga Cara Daftarnya

Apa Itu KIP Kuliah? Ini Arti, Rincian Bantuan, hingga Cara Daftarnya

Whats New
Info Limit Tarik Tunai Mandiri Kartu Silver dan Gold di ATM

Info Limit Tarik Tunai Mandiri Kartu Silver dan Gold di ATM

Earn Smart
TUGU Tebar Dividen Rp 123,26 Per Saham, Simak Jadwalnya

TUGU Tebar Dividen Rp 123,26 Per Saham, Simak Jadwalnya

Whats New
Era Suku Bunga Tinggi, Jago Syariah Buka Kemungkinan Penyesuaian Bagi Hasil Deposito

Era Suku Bunga Tinggi, Jago Syariah Buka Kemungkinan Penyesuaian Bagi Hasil Deposito

Whats New
Bank Neo Commerce Tunjuk Eri Budiono Jadi Dirut Baru

Bank Neo Commerce Tunjuk Eri Budiono Jadi Dirut Baru

Whats New
Soal Laba Bank, Ekonom: Masih Tumbuh di Bawah 5 Persen Sudah Sangat Baik

Soal Laba Bank, Ekonom: Masih Tumbuh di Bawah 5 Persen Sudah Sangat Baik

Whats New
Menperin Bantah Investasi Apple di Indonesia Batal

Menperin Bantah Investasi Apple di Indonesia Batal

Whats New
Jago Syariah Jajaki Kerja Sama dengan Fintech Lending

Jago Syariah Jajaki Kerja Sama dengan Fintech Lending

Whats New
Kolaborasi Es Krim Aice dan Teguk, Total Investasi Rp 700 Miliar

Kolaborasi Es Krim Aice dan Teguk, Total Investasi Rp 700 Miliar

Whats New
OJK: Pendapatan Premi di Sektor Asuransi Capai Rp 87,53 Triliun Per Maret 2024

OJK: Pendapatan Premi di Sektor Asuransi Capai Rp 87,53 Triliun Per Maret 2024

Whats New
Sudah Dibuka, Ini Cara Daftar Kartu Prakerja Gelombang 67

Sudah Dibuka, Ini Cara Daftar Kartu Prakerja Gelombang 67

Whats New
Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi, Mendag Minta Jastiper Patuhi Aturan

Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi, Mendag Minta Jastiper Patuhi Aturan

Whats New
Pasca-Lebaran, Kereta Cepat Whoosh Jadi 48 Perjalanan dengan Tarif mulai Rp 150.000

Pasca-Lebaran, Kereta Cepat Whoosh Jadi 48 Perjalanan dengan Tarif mulai Rp 150.000

Whats New
Bagaimana Aturan Perlintasan Kereta Api di Indonesia? Ini Penjelasan KAI

Bagaimana Aturan Perlintasan Kereta Api di Indonesia? Ini Penjelasan KAI

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com