Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Larang Beli Kapal Luar

Kompas.com - 22/06/2015, 15:38 WIB

BATAM, KOMPAS
.com- Untuk meningkatkan industri maritim dalam negeri, kementerian dan lembaga ataupun badan usaha milik negara akan dilarang memesan kapal produksi dari luar negeri. Alasannya, saat ini, di Indonesia, tercatat terdapat 250 industri galangan kapal yang mampu memproduksi hampir semua jenis kapal.

Dari jumlah 250 industri galangan kapal, 105 industri di antaranya berada di Batam, Provinsi Kepulauan Riau.

Presiden Joko Widodo, seusai meninjau pembuatan kapal di perusahaan galangan kapal PT Anggrek Hitam Ship Building and Ship Repair dan berdialog dengan pengusaha galangan kapal yang beroperasi di Batam, Minggu (21/6/2015), mengatakan, pihaknya akan mengundang kementerian dan lembaga serta BUMN untuk menginvetarisasi kebutuhan kapalnya.

Dalam peninjauan itu, Presiden didampingi sejumlah menteri, di antaranya Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan A Djalil, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, dan Menteri Perindustrian Saleh Husin.

"Saya akan kumpulkan mereka dalam rapat terbatas, di antaranya Kementerian Kelautan dan Perikanan, Perhubungan, Pertamina, PT PGN, dan lainnya. Tidak boleh lagi mereka pesan dan beli dari luar. Ngapain, wong di sini saja bisa. Neraca perdagangan kita jebol terus kalau memesan kapal buatan luar negeri," ujarnya.

Menurut Presiden Jokowi, meskipun hingga kini komponen lokal dari bahan pembuatan kapal masih sebagian besar dari luar negeri, tidak apa-apa. "Asalkan, setiap tahun, persentase komponen lokal ditingkatkan terus-menerus. Kalau sekarang masih 40 persen, tahun depan saya harapkan naik lagi 50-60 persen," ujarnya.

Tawarkan ke luar negeri

Presiden Jokowi bahkan meminta sudah saatnya Indonesia harus berani menawarkan produksi industri kapalnya ke perusahaan-perusahaan luar negeri. "Jadi, investor asing kita tawarkan pesan kapal di sini," ucapnya.

Adapun Gubernur Kepulauan Riau Muhammad Sani berharap industri galangan kapal menjadi prioritas untuk pemenuhan kapal dalam perwujudan poros maritim.

"Kami berharap pemerintah mengarahkan pemesanan kapal dalam negeri ke industri-industri di sini," ujarnya kepada Presiden. Saat ini, tambah Sani, Industri kapal di Batam sedang lesu. Akibatnya, terjadi pengurangan tenaga kerja di berbagai galangan.

Oleh karena itu, Sani berharap pemerintah dapat menginstruksikan kementerian dan BUMN agar memesan produksi kapal dari galangan-galangan di Batam selain dari industri galangan kapal dalam negeri lainnya.

Selama ini, galangan-galangan di Batam sudah melayani kebutuhan dalam negeri. PT Anggrek Hitam disebutnya termasuk galangan di Batam yang melayani pesanan dalam negeri. Galangan itu tengah membangun dua tanker pesanan Pertamina. Setiap tanker berbobot 17.500 ton dan ditarget selesai Oktober 2015. Kapal tersebut sudah digarap sejak 17 bulan lalu.

Menjadi prioritas

Sani menuturkan, di Batam ada 105 galangan kapal. Galangan-galangan itu diharapkan menjadi prioritas untuk pemenuhan kapal dalam perwujudan poros maritim.

"Kami berharap pemerintah mengarahkan pemesanan kapal dalam negeri ke industri-industri di sini," ujarnya kepada Presiden.

Industri kapal di Batam sedang lesu. Akibatnya, terjadi pengurangan tenaga kerja di berbagai galangan.

Karena itu, Sani berharap kebutuhan kapal dalam negeri bisa dipesan antara lain dari galangan-galangan di Batam.

Beberapa waktu lalu kalangan pengusaha galangan kapal mengeluhkan tidak adanya dukungan fiskal bagi mereka. Insentif lebih besar diberikan kepada importir kapal. Namun, masalah ini sudah terselesaikan. (RAZ/HAR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Whats New
Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com