Ruki memberikan contoh, jika pada bulan puasa ini ada tetangga yang berkirim kurma kepada pejabat negara, maka hal tersebut tidak masuk kategori gratifikasi. "Antar-antaran itu tradisional, biasa sekali, jangan dianggap sebagai gratifikasi," kata Ruki dalam penandatanganan pengendalian gratifikasi, di Kemenkeu, Jakarta, Rabu (24/6/2015).
Namun, menurut pengalaman Ruki, sebuah pemberian bisa juga diindikasikan sebagai sebuah gratifikasi. "Dengan mata kepala sendiri, saya lihat parsel lebaran senilai Rp 24 juta, isinya sebuah lampu hias dari kristal Swarovski. Nah kapan (disebut) gratifikasi atau tidak, itu harus ada sense dari pejabat," ujar Ruki.
Ruki menuturkan, perilaku korupsi terjadi bukan hanya karena ada orang jahat, melainkan juga sistem yang salah. "Sistem penggajian kita tidak beres," sebut Ruki.
Sistem penggajian yang tidak beres, sebut Ruki, memicu korupsi. Dalam kesempatan tersebut, Ruki mengambil contoh, celah korupsi di Direktorat Jenderal Pajak bisa terjadi mulai dari penentuan nilai pajak, sampai penyelesaian sengketa pajak.
Sementara itu, di banyak institusi pemerintah, korupsi kemungkinan terjadi mulai dari pengadaan barang sampai perencanaan anggaran. "Dari hulu ke hilir ada feel of corruption di sini," ucap Ruki.
Ruki lebih lanjut menuturkan, sistem penggajian yang tidak beres ini bisa dibenahi. Namun, lebih dari itu, pejabat negara perlu menghindarkan diri dari sifat serakah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.