Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Luhut: "Outlook" Properti RI Masih Terbaik, Jauh di Atas Singapura

Kompas.com - 09/07/2015, 10:01 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan meyakinkan para pengusaha yang ada dalam Perhimpunan Hakka Indonesia Sejahtera bahwa sektor properti di Indonesia masih sangat menarik, kendati pemerintah mengeluarkan kebijakan baru. Kebijakan baru tersebut adalah kepemilikan properti oleh asing hanya boleh berupa hunian vertikal mewah atau apartemen.

"Kemarin saya terkejut melihat laporan outlook properti kita. Kita masih yang terbaik di seluruh dunia. Masih jauh dari Singapura dan sebagainya, karena ruang untuk tumbuh kita masih bagus," kata Luhut dalam diskusi bertajuk "Perkembangan Perekonomian Terkini", Jakarta, Rabu malam (8/7/2015).

Terkait kebijakan kepemilikan properti asing, dia menjelaskan hal tersebut sudah diputuskan oleh Presiden RI Joko Widodo sekitar dua bulan lalu. Diharapkan bulan ini juga Keputusan Presiden (Keppres) bisa dirilis.

Luhut mengatakan, pemerintah ingin membuat aturan kepemilikan properti yang berlaku universal. Acuan RI saat ini ialah Singapura dan Malaysia. Diakui Luhut, dengan demikian diharapkan apartemen mewah bisa menjadi primadona untuk mendorong industri properti RI sebagaimana Malaysia dan Singapura.

"Bahwa kita harus berhati-hati agar tidak terjadi oversupply, betul. Tapi dengan kita menawarkan ke asing, semoga Keppres bisa keluar bulan ini, bapak-bapak yang bermain di sektor properti mestinya lebih baik," ucap Luhut.

Memang, sambung Luhut, kebijakan kepemilikan asing untuk mendorong sektor properti harus diimbangi dengan kebijakan penurunan suku bunga. Saat ini, suku bunga bank untuk kepemilikan rumah masih tinggi mencapai 11,5 persen. Menurut Luhut hal tersebut disebabkan salah satunya ialah inefisiensi operasional perbankan.

"Makanya bank-bank BUMN itu kita peringatkan untuk lebih efisien. Penggunaan ATM itu sistemnya satu saja. Kenapa harus sendiri-sendiri? Kalau sistemnya satu kan cost bisa lebih rendah," ucap Luhut.

baca juga: Ekonom UGM: Indonesia Masih Jauh dari Krisis seperti Tahun 1998

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com