Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Diminta Genjot Cukai Selain dari Rokok

Kompas.com - 04/08/2015, 19:15 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati meminta pemerintah tak hanya menggenjot pendapatan cukai dari rokok. Sebab, masih banyak produk lain yang bisa dijadikan sarana bagi pemerintah untuk menggenjot pendapatan cukai.

“Cukai itu miris, karena 95 persen pendapatan cukai itu dari industri hasil tembakau. Di luarnya cuma lima persen. Tak masuk akal sebenarnya. Masa satu negara besar, cukainya tergantung dari perokok? Bagaimana sumber lain? Ini yang harus dibuka,” kata Enny di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (8/4/2015).

Enny mengakui bahwa rokok memang berkaitan erat dengan isu kesehatan. Menaikkan cukai pun merupakan salah satu cara untuk  membatasi konsumsi dan produksi rokok. Hanya saja, Enny juga mengingatkan, ketika pemerintah menaikkan cukai tanpa disertai infrastruktur yang jelas, maka yang terjadi adalah turunnya pendapatan cukai negara.

Menurut dia, bisa-bisa keputusan pemerintah menaikkan cukai rokok justru memicu tumbuhnya industri rokok ilegal dan mematikan pabrik-pabrik rokok resmi.

“Konsumsi rokok itu sifatnya elastis, artinya orang rela tak makan asal bisa merokok. Artinya, kebijakan pemerintah justru mendorong rokok ilegal kemudian produsen mati,” ucapnya.

Dia menyarankan pemerintah menggenjot pendapatan cukai dari komoditas mewah, seperti otomotif, tas mahal yang berharga ratusan juta, atau berlian. Komoditas lain yang dibisa dikenai cukai tinggi adalah minuman beralkohol dan minuman bersoda.

“Cukai itu kan perlindungan. Minuman itu (beralkohol/bersoda, red) juga buruk bagi kesehatan juga. Sama seperti rokok, minuman alkohol dan bersoda itu bisa mengganggu kesehatan. Semua itu bisa menjadi objek ekstensifikasi cukai,” ucapnya.

Sebelumnya, anggota Komisi XI DPR, Muhammad Misbakhun meminta pemerintah tidak gegabah dalam mengambil kebijakan menaikkan cukai rokok. Menurut Misbakhun, kenaikan cukai tersebut harus dilakukan secara obyektif dengan mempertimbangkan dampak ekonomi dan sosialnya.

Misbakhun menjelaskan, pemerintah selalu menaikkan cukai rokok setiap tahun untuk menggenjot sumber penerimaan negara. Di sisi lain, kenaikan cukai selalu membawa dampak pada kenaikan harga rokok, penurunan produksi, dan akhirnya berdampak pada pemutusan hubungan kerja buruh di perusahaan rokok.

"Kenaikan cukai rokok membawa dampak PHK massal, dan ada perusahaan rokok yang gulung tikar. Kenaikan cukai rokok harus menghitung aspek ekonomi dan sosialnya juga," ucap Misbakhun, di Jakarta, Senin (3/8/2015). (baca: Pemerintah Diminta Tak Gegabah Naikkan Cukai Rokok)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com