Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BI Tak Mau Latah Mendevaluasi Rupiah

Kompas.com - 20/08/2015, 07:39 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) tak berminat mengikuti jejak Tiongkok dan Vietnam melakukan devaluasi mata uangnya terhadap dollar AS agar barang ekspornya lebih kompetitif lantaran harganya akan menjadi lebih murah. Pasalnya, nilai tukar rupiah saat ini sudah terperosok terlalu dalam seiring tekanan global.

(baca: China Devaluasi Yuan, Bursa Saham AS "Kebakaran")

"Indonesia tidak perlu mengikuti langkah Tiongkok atau Vietnam, karena nilai tukar rupiah sudah melemah mengikuti tren pelemahan global," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Tirta Segara saat dihubungi Kompas.com, Jakarta, Rabu malam (19/8/2015).

Lebih lanjut dia menjelaskan, keputusan Vietnam melakukan devaluasi mata uang dong merupakan reaksi susulan setelah Tiongkok terlebih dahulu melakukan devaluasi yuan. Vietnam tak mau produk-produk ekspornya kalah bersaing dengan produk Tiongkok yang harganya jauh lebih murah.

"Salah satu alasan sebuah negara mendevaluasi mata uangnya adalah untuk menjaga daya saing produk ekspornya. Misalnya Tiongkok karena yuan dinilai terlalu kuat sehingga harga barang ekspornya mahal, maka Tiongkok mendevaluasi yuan. Dengan kurs atau nilai tukar yuan yang lebih rendah, maka harga produk ekspor China menjadi lebih murah sehingga memiliki daya saing lebih tinggi. Hak itu juga dilakukan oleh Vietnam," kata dia.

Sementara itu saat ditanya dampak devaluasi yuan dan dong terhadap rupiah, Tirta menjawab bahwa dampaknya relatif kecil terhadap pergerakan nilai tukar rupiah. Meski begitu, BI mengakui bahwa neraca perdagangan bisa saja terpengaruh karena barang dari Tiongkok dan Vietnam yang murah bisa masuk dan membanjiri pasar Indonesia.

(baca juga: Vietnam Devaluasi Mata Uang Menjadi 21.890 Dong Per Dollar AS)

"Dampak terhadap neraca perdagangan secara tidak langsung ada, karena sebagian komoditas export kita juga mirip dgn ekspor China atau Vietnam. Ya barang dari China jadi relatif lebih murah. Jadinya ada potensi bahwa Tiongkok dan Vietnam bisa ekspor lebih banyak dan lebih bersaing dengan barang kita (di dalam negeri)," ucap Tirta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kunker di Jateng, Plt Sekjen Kementan Dukung Optimalisasi Lahan Tadah Hujan lewat Pompanisasi

Kunker di Jateng, Plt Sekjen Kementan Dukung Optimalisasi Lahan Tadah Hujan lewat Pompanisasi

Whats New
Sudah Masuk Musim Panen Raya, Impor Beras Tetap Jalan?

Sudah Masuk Musim Panen Raya, Impor Beras Tetap Jalan?

Whats New
Bank Sentral Eropa Bakal Pangkas Suku Bunga, Apa Pertimbangannya?

Bank Sentral Eropa Bakal Pangkas Suku Bunga, Apa Pertimbangannya?

Whats New
Pasokan Gas Alami 'Natural Decline', Ini Strategi PGN Jaga Distribusi

Pasokan Gas Alami "Natural Decline", Ini Strategi PGN Jaga Distribusi

Whats New
BTN Pastikan Dana Nasabah Tidak Hilang

BTN Pastikan Dana Nasabah Tidak Hilang

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 67 Resmi Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Kartu Prakerja Gelombang 67 Resmi Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Work Smart
Peringati Hari Buruh, SP PLN Soroti soal Keselamatan Kerja hingga Transisi Energi

Peringati Hari Buruh, SP PLN Soroti soal Keselamatan Kerja hingga Transisi Energi

Whats New
Cara Pasang Listrik Baru melalui PLN Mobile

Cara Pasang Listrik Baru melalui PLN Mobile

Work Smart
Bicara soal Pengganti Pertalite, Luhut Sebut Sedang Hitung Subsidi untuk BBM Bioetanol

Bicara soal Pengganti Pertalite, Luhut Sebut Sedang Hitung Subsidi untuk BBM Bioetanol

Whats New
Bahlil Dorong Kampus di Kalimantan Jadi Pusat Ketahanan Pangan Nasional

Bahlil Dorong Kampus di Kalimantan Jadi Pusat Ketahanan Pangan Nasional

Whats New
Luhut Sebut Starlink Elon Musk Segera Meluncur 2 Minggu Mendatang

Luhut Sebut Starlink Elon Musk Segera Meluncur 2 Minggu Mendatang

Whats New
Kenaikan Tarif KRL Jabodetabek Sedang Dikaji, MTI Sebut Tak Perlu Diberi Subsidi PSO

Kenaikan Tarif KRL Jabodetabek Sedang Dikaji, MTI Sebut Tak Perlu Diberi Subsidi PSO

Whats New
Bahlil Ungkap 61 Persen Saham Freeport Bakal Jadi Milik Indonesia

Bahlil Ungkap 61 Persen Saham Freeport Bakal Jadi Milik Indonesia

Whats New
Cadangan Beras Pemerintah 1,6 Juta Ton, Bos Bulog: Tertinggi dalam 4 Tahun

Cadangan Beras Pemerintah 1,6 Juta Ton, Bos Bulog: Tertinggi dalam 4 Tahun

Whats New
Intip Rincian Permendag Nomor 7 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, Berlaku 6 Mei 2024

Intip Rincian Permendag Nomor 7 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, Berlaku 6 Mei 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com