Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan BPS soal Molornya Rilis Indikator Kesejahteraan

Kompas.com - 25/08/2015, 14:25 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com –  Hingga penghujung Agustus ini Badan Pusat Statistik (BPS) belum juga merilis sejumlah indikator kesejahteraan masyarakat Indonesia. Padahal biasanya BPS merilis data-data indikator kesejahteraan yang diantaranya meliputi tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran terbuka, dan rasio gini, pada bulan Juli.

Ditemui usai rapat koordinasi tentang produksi beras, Kepala BPS Suryamin menjelaskan alasan di balik molornya indikator kesejahteraan masyarakat Indonesia. Dia mengatakan, alasan utamanya adalah jumlah responden yang disurvei Maret 2015 lebih banyak empat kali lipat dibandingkan periode sebelumnya.

“Karena memperbanyak sampel, menjadi empat kali lipat dari yang biasanya. Yang biasanya kita sampelnya 75.000 rumah tangga, sekarang 300.000 rumah tangga. Jadi, yang tadinya kita bisa mengerjakan satu bulan, sekarang empat bulan,” kata Suryamin, di Jakarta, Selasa (25/8/2015).

Tujuan diperbanyaknya sampel responden BPS adalah untuk memberikan gambaran tingkat kemiskinan sampai tingkat kabupaten/kota.

Suryamin menuturkan, jumlah responden 75.000 rumah tangga hanya cukup untuk menggambarkan tingkat kemiskinan di tingkat nasional/provinsi. Suryamin menambahkan, saat ini BPS sedang memproses mengolah hasil survei. Ditargetkan, indikator tingkat kemiskinan bisa dirilis pada September awal atau pertengahan.

Sebelumnya, Ekonom senior INDEF Fadil Hasan mengatakan, hasil survei sosial ekonomi nasional yang dilakukan BPS penting sebagai pegangan pengambil kebijakan untuk membuat perencanaan.

Namun hingga saat ini, BPS belum juga merilis data-data indikator kesejahteraan yang diantaranya meliputi tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran terbuka, dan rasio gini.

“Namun anehnya lagi, Presiden Jokowi juga seolah kelupaan menyampaikan capaian indikator kesejahteraan seperti tingkat kemiskinan dan pengangguran dalam pidato kenegaraan dan nota keuangan,” kata Fadil dalam diskusi yang digelar Senin (24/8/2015).

Padahal, pembacaan indikator kesejahteraan ini biasanya disampaikan seorang presiden pada saat pidato kenegaraan dan penyampaian nota keuangan. Atas dasar itu, INDEF menduga indikator kesejahteraan memburuk.

INDEF dalam analisisnya memprediksi angka kemiskinan meningkat dari September 2014 sebesar 10,96 persen menjadi 11,50 persen pada Maret 2015. Selain itu, tingkat pengangguran terbuka (TPT) diperkirakan meningkat dari 7,15 persen pada semester I-2014 menjadi 7,5 persen pada semester I-2015.

INDEF juga memprediksi pertumbuhan upah buruh tani mengalami penurunan dari 6,6 persen pada Maret 2014 menjadi 4,5 persen pada Maret 2015. Sedangkan upah buruh industri pun mengalami penurunan secara riil 3,5 persen triwulanan. Indeks gini rasio diperkirakan melebar dari 0,41 menjadi 0,42.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com