Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Aksi Buruh 1 September, Ini Tanggapan Menaker

Kompas.com - 31/08/2015, 15:30 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M Hanif Dhakiri meminta para pekerja dalam melakukan aksi demonstrasi 1 September berlangsung dengan tertib, lancar, damai, dan tidak anarkis. Ia mengatakan, pemerintah sebenarnya telah melakukan penanganan masalah-masalah ketenagakerjaan secara optimal terkait berbagai tuntutan disuarakan para pekerja tersebut.

“Terkait adanya rencana unjuk rasa para buruh/pekerja, kita telah melakukan koordinasi dengan seluruh instansi pemerintah yang terkait baik di bidang perekonomian maupun keamanan. Kita juga telah berkoordinasi dengan teman-teman dari serikat pekerja/buruh,” kata Menaker Hanif dalam siaran pers yang diterima Kompas.com Jakarta pada Senin (31/8/2015).
 
Hanif mengatakan, koordinasi dengan berbagai pihak dilakukan untuk memastikan demo para pekerja dapat berlangsung  berlangsung dengan tertib, lancar, damai, tidak anarkis serta tidak menganggu kepentingan umum.

“Selama ini juga kita terus melakukan komunikasi dan koordinasi dengan teman-teman dari serikat pekerja/serikat buruh," kata dia.

Hanif menjelaskan pemerintah memperhatikan beberapa poin yang selama ini menjadi menjadi tuntutan dari para buruh, misalnya soal permintaan revisi PP No.46 Tahun 2016 tentang Jaminan Hari Tua (JHT).

“Pemerintah  telah menerbitkan PP Nomor 60 Tahun 2015 yang manfaanya lebih baik bagi pekerja. Dalam aturan baru, JHT dapat diambil oleh Peserta yang berhenti bekerja karena mengundurkan diri atau terkena pemutusan hubungan kerja; setelah melewati masa tunggu 1 (satu) bulan,” ujanya.

Sementara terkait tuntutan penolakan isi PP No 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun, agar manfaat pensiun yang diberikan tahun 2030 memberikan kehidupan yang layak, Hanif menjelaskan   Program Jaminan Pensiun sudah didesain untuk memenuhi manfaat dasar masyarakat dan kelangsungan ekonomi Negara.

”Kita tidak ingin mengulang  pengalaman dari negara-negara yang terlebih dahulu menyelenggarakan program jaminan pensiun secara manfaat pasti,  ternyata program itu menjadikan salah satu pemicu krisis keuangan yang mengancam kebangkrutan Negara. Kita mencari solusi untuk terbaik dan tidak merugikan untuk semua pihak,” sebutnya.

Adapun mengenai tuntutan tolak  kebijakan upah murah  terutama upah sektor padat karya, Hanif menerangkan bahwa penetapan upah minimum sesungguhnya berfungsi sebagai jaring pengaman (safety net) agar upah pekerja/buruh tidak jatuh hingga ke level yang paling rendah.

“Besaran upah yang ditetapkan harus dapat dijangkau oleh kemampuan membayar usaha mikro atau kecil sekalipun. Pada Inpres No. 9 tahun 2013 dibedakan kenaikan upah minimum antara Industri Padat Karya tertentu dengan industri lainnya.    Untuk tetap menjaga kelangsungan usaha industri padat karya tertentu dan disisi lainnya tetap dapat menjaga keberlangsungan bekerja,” kata Hanif.
 
Sementara itu, terkait dengan tuntutan agar  tidak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, Hanif mengatakan, hal tersebut merupakan upaya terakhir, setelah dilakukan upaya efisiensi perusahaan.   

“Kalau masalah PHK menjadi masalah ekonomi secara keseluruhan sehingga kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah tentu tidak hanya terkait dengan Kementerian Ketenagakerjaan tapi juga instansi yang terkait untuk mempercepat arus investasi karena dengan investasi pembangunan bisa dijalankan, ekonomi bisa lebih bergerak, dan lapangan kerja bisa diciptakan," ujarnya.

Menurut dia, pihaknya juga telah meminta kepada Dinas Tenaga Kerja Provinsi/Kabupaten/Kota untuk mengimbau pengusaha yang ada didaerahnya agar mengedepankan dialog antara pengusaha dan serikat pekerja.

Ia menambahkan  Kementerian Ketenagakerjaan sendiri telah  mengembangkan program-program sebagai bemper kasus-kasus PHK yang terjadi. Misalnya program padat karya produktif, pengembangan kewirausahaan, dan ada berbagai macam program-program perlindungan sosial lainnya.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com