Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Kembali akan Utang ke ADB dan Bank Dunia

Kompas.com - 03/09/2015, 05:04 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah berniat menyetujui proposal penawaran utang 5 miliar dollar AS yang ditawarkan Bank Pembangunan Asia (ADB). Penawaran utang tersebut merupakan plafon baru yang diajukan ADB untuk proyek infrastruktur.

(Baca: Jokowi: IMF, Bank Dunia, dan ADB Tak Memberi Solusi)

"Ya kita setuju tetapi teknis dibicarakan dengan Bappenas karena terkait proyek Bappenas. Saya pikir kita akan ambil, semua yang jangka panjang, kita akan ambil," kata Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Jusuf Kalla, Sofjan Wanandi di Kantor Wapres Jakarta, Rabu (2/9/2015).

Menurut dia, Wapres mengarahkan agar pemerintah mengambil bantuan dana untuk proyek infrastruktur yang berbunga ringan dan jangka panjang. Selain tawaran ADB, pemerintah mempertimbangkan penawaran utang yang diajukan Bank Dunia dengan nilai kurang lebih 11 miliar dollar AS.

"Karena infrastruktur turning-nya panjang kebutuhan uangnya, saya pikir mereka bunganya rata-rata 1 sampai 3 persen (untuk ADB), kalau World Bank (Bank Dunia), 1 persen untuk 30 tahun, gross rate 10 tahun," papar Sofjan.

Lebih jauh, ia menyampaikan bahwa tawaran utang ini nantinya akan disesuaikan dengan proyek-proyek infrastruktur yang dianggap memungkinkan untuk dijalankan swasta.

Mengenai pinjaman sebesar 400 juta dollar AS atau kurang lebih Rp 5,6 miliar yang siap dikucurkan ADB, Sofjan menyampaikan bahwa pinjaman itu merupakan komitmen lama yang disetujui ADB untuk membantu pengembangan sektor finansial, termasuk memperluas akses finansial untuk masyarakat miskin.

Sofjan juga menyangkal pemerintah tidak konsisten dengan berniat menerima tawaran utang ADB. Ia kembali menjelaskan maksud pidato Presiden Joko Widodo yang disampaikan dalam Konferensi Asia Afrika beberapa waktu lalu.

(Baca: Kritik Jokowi, Pinjaman ADB, dan Kunjungan Bos IMF)

Ketika itu, Jokowi menyampaikan bahwa pandangan yang menganggap persoalan ekonomi dunia hanya dapat diselesaikan IMF, Bank Dunia, dan ADB adalah pandangan yang usang dan perlu dibuang.

Menurut Sofjan, pernyataan itu disampaikan Presiden dalam semangat nasionalisme dan berdikari. Namun secara prakteknya, setiap negara pasti memerlukan bantuan dana dari pihak lain. Hanya saja, menurut dia, pinjaman dana dari pihak lain sedianya hanya dijadikan sebagai pelengkap, atau bukan sumber pendanaan utama.

"Itu cuma tambahan saja karena yang dipakai sebagian besar dari APBN sendiri, ini cuma tambahan, kalau investasi sudah ratusan miliar dollar. Ini tambahan yang diperlukan untuk peringan sehingga tak usah bayar equity sehingga kita harus bayar sukuk-sukuk 8 persen dalam 3 hingga tahun periodenya. Ini memberatkan APBN utang kita lebih banyak," papar Sofjan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com