Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mafia Pangan, Repotnya Memberantas Para "Samurai" dan "Naga"

Kompas.com - 03/09/2015, 10:15 WIB

KOMPAS.com - Pavilion Lounge, Terminal II Bandara Internasional Changi Singapura, Rabu (26/8/2015). Dua orang Indonesia duduk di sofa, persis membelakangi kaca ruang area merokok. Yang satu pengusaha alias bos pengecoran logam, satunya lagi rekan sejawatnya yang bekerja di sektor infrastruktur dan punya kantor di Singapura. Hari itu, mereka akan menuju Jakarta.

Awalnya, mereka hanya membicarakan bola. Namun, begitu salah satu di antara mereka menyinggung nilai rupiah, pembicaraan memanas. “Hari ini, sudah Rp 14.102 per dollar (AS),” ujarnya. “Gilak! Nah, ini..,” timpal yang lain. Begitulah, sejak itu, lama-lama diskusi di antara keduanya tak ubahnya panel diskusi ekonom.

Mereka membahas nilai rupiah, sikap pengusaha yang serba salah, sampai buruh yang mereka anggap kurang mengerti situasi. Sambil menunggu pesawat delay, mereka juga memaki kebijakan pemerintah, serta mengeluhkan kondisi harga-harga bahan pokok melejit tak terkendali.

Satu hal yang paling menarik di antara dua bos itu, muncul istilah “samurai” dan “naga”. Dua istilah yang mengacu pada pengusaha besar yang mampu mengendalikan harga. Kata mereka, kumpulan samurai dan naga gampang sekali mainin harga. Pemerintah bisa dibikin seperti – meminjam istilah salah satu di antaranya – cecunguk saja. Hanya dari kongkalikong atau kesepakatan para “samurai” dan “naga”, pemerintah bisa tak berdaya lantaran mereka mempraktikkan kartel.

Orang awam menyebut samurai dan naga itu para mafia. Sebut saja, mafia beras, mafia gula, atau mafia cabai. Yang terakhir dan sedang dalam penyelidikan Polisi dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah mafia garam dan mafia daging.

Pertanyaan di antara dua orang tadi cukup simpel. Mengapa pemerintah sama sekali tak bisa membasmi mafia? Seperti juga Anda dan kita semua, ada kesimpulan yang sudah lazim terlintas bila membicarakan mafia.

Pertama, mental korup. Sebab, oknum pejabat di dalam pemerintah itu sendiri ikut terlibat di dalam rantai praktik kartel dan jadi sohib-karib mafia.

Kedua, mental bejat pengusaha sebagai strategi bertahan. Mereka menerapkan strategi tertentu agar membuat roda perusahaan tetap jalan di tengah situasi ekonomi yang buruk.

Biasanya, kartel ini berupa persengkongkolan di antara pemain bisnis sejenis, entah itu sepakat mengatur harga, membatasi produksi, atau hal-hal yang bersifat memonopoli. Padahal, mereka tahu, tak ada usaha yang membesar menjadi perusahaan multinasional dengan cara monopolistik.

Perusahaan-perusahaan multinasional meraksasa karena mereka mampu menang di tengah kompetisi usaha yang sehat. Mereka menciptakan inovasi dan mengupayakan bisnis seefisien mungkin. Alhasil mereka kompetitif dan menang saingan.

Halaman:
Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tiru India dan Thailand, Pemerintah Bakal Beri Insentif ke Apple jika Bangun Pabrik di RI

Tiru India dan Thailand, Pemerintah Bakal Beri Insentif ke Apple jika Bangun Pabrik di RI

Whats New
KB Bank Sukses Pertahankan Peringkat Nasional dari Fitch Ratings di Level AAA dengan Outlook Stabil

KB Bank Sukses Pertahankan Peringkat Nasional dari Fitch Ratings di Level AAA dengan Outlook Stabil

BrandzView
Harga Acuan Penjualan Gula Naik Jadi Rp 17.500 per Kilogram

Harga Acuan Penjualan Gula Naik Jadi Rp 17.500 per Kilogram

Whats New
Pertama di Asia, Hong Kong Setujui ETF Bitcoin

Pertama di Asia, Hong Kong Setujui ETF Bitcoin

Whats New
Sebanyak 109.105 Kendaraan Melintasi Tol Solo-Yogyakarta Saat Mudik Lebaran 2024

Sebanyak 109.105 Kendaraan Melintasi Tol Solo-Yogyakarta Saat Mudik Lebaran 2024

Whats New
HUT Ke-63, Bank DKI Sebut Bakal Terus Dukung Pembangunan Jakarta

HUT Ke-63, Bank DKI Sebut Bakal Terus Dukung Pembangunan Jakarta

Whats New
Daftar 17 Entitas Investasi Ilegal Baru yang Diblokir Satgas Pasti

Daftar 17 Entitas Investasi Ilegal Baru yang Diblokir Satgas Pasti

Whats New
BI Banten Distribusikan Uang Layak Edar Rp 3,88 Triliun Selama Ramadan 2024, Pecahan Rp 2.000 Paling Diminati

BI Banten Distribusikan Uang Layak Edar Rp 3,88 Triliun Selama Ramadan 2024, Pecahan Rp 2.000 Paling Diminati

Whats New
Satgas Pasti Blokir 537 Pinjol Ilegal dan 48 Penawaran Pinpri

Satgas Pasti Blokir 537 Pinjol Ilegal dan 48 Penawaran Pinpri

Whats New
Luhut: Apple Tertarik Investasi Kembangkan AI di IKN, Bali, dan Solo

Luhut: Apple Tertarik Investasi Kembangkan AI di IKN, Bali, dan Solo

Whats New
Dollar AS Melemah, Kurs Rupiah Masih Bertengger di Rp 16.100

Dollar AS Melemah, Kurs Rupiah Masih Bertengger di Rp 16.100

Whats New
Hilirisasi Nikel, Bagaimana Dampaknya bagi Pertumbuhan Ekonomi?

Hilirisasi Nikel, Bagaimana Dampaknya bagi Pertumbuhan Ekonomi?

Whats New
Bandara VVIP IKN Bakal Dioperasikan Terbatas Saat Upacara 17 Agustus

Bandara VVIP IKN Bakal Dioperasikan Terbatas Saat Upacara 17 Agustus

Whats New
Kopi Tuku Buka Kedai 'Pop-up' Pertamanya di Korsel

Kopi Tuku Buka Kedai "Pop-up" Pertamanya di Korsel

Whats New
PT GNI Gelar Penyuluhan Kesehatan Guna Perbaiki Kualitas Hidup Masyarakat Morowali Utara

PT GNI Gelar Penyuluhan Kesehatan Guna Perbaiki Kualitas Hidup Masyarakat Morowali Utara

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com