Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Salak Pondoh Diklaim Negara Jiran?

Kompas.com - 09/09/2015, 12:43 WIB
SURABAYA, KOMPAS.com — Sejumlah negara tetangga mengklaim kekayaan alam Indonesia dengan mengakuinya sebagai milik mereka. Oleh karena itu, suatu peraturan diperlukan untuk melindungi kekayaan alam Indonesia. Terkait hal itu, pemerintah dan DPR saat ini sedang menggodok rancangan undang-undang mengenai karantina.

"(Kebutuhan akan) RUU dan badan karantina itu sudah sangat mendesak, apalagi akhir-akhir ini sejumlah tumbuhan dan hewan milik kita sudah diklaim negara lain, seperti apel, salak pondoh, kambing PE (peranakan etawa), dan sebagainya yang sudah diklaim oleh Thailand dan Malaysia, padahal milik Indonesia," kata anggota Komisi IV DPR, Eko Hendro Purnomo, di Surabaya, Selasa (8/9/2015).

Ia mengatakan, RUU Karantina tentang Hewan, Ikan, dan Tumbuhan itu penting, bukan sekadar masalah regulasi atau hukum, melainkan terkait pula dengan kedaulatan negara Indonesia.

Di sela konsultasi publik dan jaring pendapat terkait RUU itu, politisi PAN tersebut mengatakan, para legislator sudah mendiskusikan masalah RUU Karantina itu dengan pemerintah dan para pemangku kepentingan.

"Kali ini, kami menemui sejumlah akademisi secara serentak. Ada yang ke Unair di Surabaya. Rekan lain ke UGM Yogyakarta, Undip Semarang, dan USU di Medan. Semuanya mendorong RUU itu segera diselesaikan," katanya.

Bahkan, banyak kalangan yang mengharapkan RUU itu juga diperkuat dengan badan karantina nasional (BKN) yang langsung berada di bawah kendali Presiden sehingga memiliki kewenangan yang kuat.

"Badan itu mencakup imigrasi dan bea cukai di dalamnya. Selama ini, semuanya berdiri sendiri. Bahkan, balai karantina itu tidak ada di bandara-bandara kecil, padahal karantina merupakan first gate negara," katanya.

Menurut Eko, yang juga dikenal sebagai presenter dan komedian itu, pihaknya berusaha untuk mempercepat RUU itu. "Tahun ini, kami mencari masukan dari berbagai kalangan, dan mungkin tahun depan sudah ada pembahasan," katanya.

Intinya, RUU Karantina harus memosisikan Badan Karantina sebagai first gate (pintu utama) dari sebuah negara, sedangkan imigrasi terkait administrasi masuk dan keluar negara lain, bea cukai terkait biaya (keuangan), dan BPOM terkait kesehatan barang yang sudah masuk.

Dalam kesempatan itu, dosen FKH Unair, Dr Mustofa Helmy Effendy, dan rekan-rekannya menilai RUU Karantina dan badan karantina akan sangat penting untuk menjaga kedaulatan pangan, baik tumbuhan, ikan, maupun hewan.

"Kami sarankan RUU Karantina itu dibuat secara teknis agar implementatif dan tidak menjadi semacam kertas saja. Karena itu, perlu rincian kewenangan hingga sanksi untuk pelanggarnya, tetapi jangan sampai mudah memenjarakan peneliti karena ada kerja sama dengan negara lain," katanya.

Selain itu, para akademisi Unair juga memberikan masukan tentang perlunya perumusan secara rinci dalam RUU Karantina itu tentang rekayasa genetika, hewan langka, bioterorisme, dan sebagainya sehingga negara tetangga tidak akan bisa sembarangan mengklaim.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Antara
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com