Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usul YLKI soal Larang Rokok Dijual Toko Ritel Mendapat Kritikan

Kompas.com - 15/09/2015, 08:43 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pernyataan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang meminta pemerintah tidak ragu menaikkan cukai hingga titik maksimum yaitu 57 persen dari harga rokok eceran (ritel) hingga meminta Kementerian Perdagangan menerbitkan aturan agar rokok dilarang berjualan di toko ritel layaknya minuman keras (miras) menuai kritik.

Ketua Umum Persatuan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) Sektor Rokok, Tembakau, dan Minuman, Bonhar Darma Putra, menilai pernyataan YLKI itu tidak berdasar. "Pernyataan itu tidak realistis. Sudah jelas kenaikan cukai sekarang saja memukul industri dan juga memukul pekerja. Setiap kenaikan cukai sudah pasti juga berdampak pada penjualan eceran," kata Bonhar dalam keteranganya, Senin (14/9/2015). 

Bonhar mengingatkan, di Indonesia, ada beragam kepentingan dalam industri rokok, termasuk para penjual rokok eceran yang juga memberi kontribusi terhadap ekonomi. 

Mengenai usulan agar rokok dilarang dijual layaknya miras juga dinilainya tidak masuk akal. Kata Bonhar, Miras diatur karena ada status haram yang jelas juga dampaknya bisa dirasakan secara langsung.  Sementara rokok, tidak ada satu pun lembaga yang jelas menyebut haram.

Ketua Koalisi Nasional Penyelamatan Kretek (KNPK), Zulvan Kurniawan menilai, argumentasi YLKI yang mendorong cukai agar dinaikkan memang hanya melihat satu sisi yakni dari kepentingan kesehatan dengan dalih bahwa jika cukai tinggi harga rokok akan tidak terjangkau dan bisa memberi dampak kesehatan. Nyatanya, logika YLKI seperti itu seringkali salah. 

Akibat cukai yang naik sejak 2007 silam, dari ribuan pabrik rokok yang ada, kini hanya bertahan ratusan saja. Buruh pabrik banyak yang kena PHK dan rokok ilegal kemudian menjadi kian marak. 

Menurut Zulvan, kenaikan cukai tinggi memang sejalan dengan aturan FCTC yang juga didukung YLKI. Kemudian dipakai lagi argumentasi bahwa rokok produk elastis, makin mahal pun akan dicari.

Nyatanya, Filipina yang meneken FCTC, perdagangan rokok legalnya justru terus turun dan malah rokok ilegal kian menggurita. Ini artinya, kata Zulvan, argumen-argumen para anti rokok dan tembakau ini sering salah.

"Kalau mau ekstrem daripada cukai terus naik, rokok di ilegalkan saja, sehingga asing tidak lagi mengganggu tembakau dalam negeri. Belajar dari Filipina, setelah ikut aksesi FCTC dengan cukai tinggi sekali, perdagangan tembakau rokok langsung turun, sementara rokok ilegalnya kian marak," ujarnya. (Hendra Gunawan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com