Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dampak Kebakaran Lahan Merugikan Industri Kelapa Sawit

Kompas.com - 21/09/2015, 12:13 WIB

KOMPAS.COM  - Bencana kebakaran yang melanda sebagian lahan perkebunan kelapa sawit di Sumatera dan Kalimantan  sangat merugikan para pelaku bisnis yang bergerak di sektor tersebut. "Bencana kebakaran yang ada sekarang merugikan semua pelaku usaha di sektor sawit baik langsung ataupun tidak langsung. Kerugian paling besar yang diderita pelaku usaha adalah intangible loss dimana muncul tuduhan kepada perusahaan sawit sebagai penyebab utama kebakaran. Padahal, perusahaan-perusahaan sawit yang mengelola lahan perkebunan itu sudah memenuhi standar operasi untuk mencegah dan memadamkan kebakaran. Investasi juga cukup besar dikeluarkan untuk memenuhi SOP penanganan dan peralatan kebakaran," kata Ketua umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono, dalam siaran persnya, di Jakarta, Senin (21/9/2015).

Diungkapkannya, perusahaan yang memiliki izin pengelolaan lahan sudah lama menerapkan standar zero burning sesuai amanat UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup dan UU Nomor 39 Tahun 2013 tentang perkebunan. "Tuntutan zero burning makin menguat sejalan dengan tuntutan pasar, terutama dari buyer internasional. Selama ini perusahaan yang terkena dampak kebakaran harus berusaha memadamkan, baik dengan kekuatan sendiri atau bantuan pihak lain. Seharusnya aksi perusahaan-perusahaan ini diapresiasi, bukan malah dihukum," tegasnya.

Diharapkannya, dalam melihat pembakaran, pemerintah juga mengedukasi masyarakat. Pasalnya, di lapangan masih terjadi pembakaran  oleh petani yang ingin membuka ladang pertanian.

Menurut Joko, pembakaran tersebut merupakan praktik ratusan tahun dan turun temurun. Makanya melalui UU 32/2009, pembukaan lahan dengan membakar oleh petani dianggap sebagai kearifan lokal. Hal tersebut dibolehkan hingga luas 2 hektare.

Kemudian, PP 4/2001 juga menegaskan kalau petani membakar untuk membuka ladang tidak boleh dipadamkan kecuali sudah ke luar ladangnya. Ini semua juga menjadi pemicu meluasnya kebakaran di samping unsur ketidaksengajaan lainnya yang juga bisa menjadi penyebab kebakaran.

Seperti diketahui, jika merujuk dari hasil pengamatan yang dilakukan di laman http://fires.globalforestwatch.org yang bekerja sama dengan World Research Institute,  termonitor dalam satu minggu terakhir adanya titik api di hampir seluruh wilayah Indonesia, Malaysia dalam hal ini Sabah dan Serawak, Papua Niugini, dan Australia Utara.

Di situs itu terlihat lahan konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI), kelapa sawit dan logging hanya berkontribusi sebesar 3 persen-4 persen dari total titik api yang dimonitor oleh satelit. Kebakaran lahan saat ini banyak didomminasi di luar konsesi (54 persen), 41 persen pada konsesi bubur kertas dan kertas (pulp and paper), dan 1 persen pada konsesi logging. Di Sumatera, ada lebih dari 50 persen kebakaran terjadi di luar konsesi perusahaan dan di Kalimantan angka ini lebih besar, sekitar 70 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Saham BBRI 'Nyungsep' 5 Persen, Investor 'Buy' atau 'Hold'?

Harga Saham BBRI "Nyungsep" 5 Persen, Investor "Buy" atau "Hold"?

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di BCA Mobile

Cara Hapus Daftar Transfer di BCA Mobile

Work Smart
Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Whats New
Bantu Industri Hadapi Risiko Geopolitik, PGN Bakal Bangun Hub Optimalkan LNG Lintas Negara

Bantu Industri Hadapi Risiko Geopolitik, PGN Bakal Bangun Hub Optimalkan LNG Lintas Negara

Whats New
Mendag Musnahkan 27.078 Ton Produk Baja Ilegal Milik PT Hwa Hook Steel

Mendag Musnahkan 27.078 Ton Produk Baja Ilegal Milik PT Hwa Hook Steel

Whats New
Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Tumbuh pada Kuartal I-2024

Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Tumbuh pada Kuartal I-2024

Whats New
Bangun Ekosistem Hunian Terintegrasi Internet, Perumnas Gandeng Telkomsel

Bangun Ekosistem Hunian Terintegrasi Internet, Perumnas Gandeng Telkomsel

Whats New
Kalog Express Layani Pengiriman 3.186 Ton Barang Selama Lebaran 2024

Kalog Express Layani Pengiriman 3.186 Ton Barang Selama Lebaran 2024

Whats New
Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga

Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga

Whats New
Temukan Jaringan Narkotika di Tangerang, Bea Cukai dan BNNP Banten Musnahkan 21 Kg Sabu

Temukan Jaringan Narkotika di Tangerang, Bea Cukai dan BNNP Banten Musnahkan 21 Kg Sabu

Whats New
Dorong UMKM 'Go Global', Pertamina Kembali Gelar UMK Academy 2024

Dorong UMKM "Go Global", Pertamina Kembali Gelar UMK Academy 2024

Whats New
Mata Uang Polandia Bukan Euro meski Gabung Uni Eropa, Apa Alasannya?

Mata Uang Polandia Bukan Euro meski Gabung Uni Eropa, Apa Alasannya?

Whats New
Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Whats New
Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani

Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani

Whats New
Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com