Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Kaji Kebijakan Harga Pemanfaatan Gas Suar Buang

Kompas.com - 28/09/2015, 20:08 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah melakukan kajian untuk menetapkan kebijakan harga (pricing policy) patokan tertinggi pembelian tenaga listrik dari gas suar buang (flare gas). “Dengan revisi Permen 03/2015 diharapkan nanti flare gas bisa dimanfaatkan,” ucap Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas), Kementerian ESDM, Wiratmaja Puja, saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (28/9/2015).

Dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 03/2015, harga patokan tertinggi pembelian tenaga listrik baru ditetapkan untuk PLTU mulut tambang, PLTU batubara non-mulut tambang, PLTG/PLTMG, serta PLTA. Wirat menuturkan, meski memiliki potensi besar, pemanfaatan flare gas masih dianggap kurang menarik bagi investor.

Potensi flare gas di Indonesia diperkirakan mencapai 200 juta standar kaki kubik per hari (mmscfd). Sayang, potensi ini tersebar di banyak tempat, sehingga tiap tempat potensinya hanya kecil. “Harganya lebih rendah karena dia (gas) ikutan, masih kotor, tempatnya masih kecil dan ada di mana-mana. Jadi, kita harapkan ini diperlakukan seperti lean gas,” sambung Wiratmaja.

Direktur Reforminer Institute Priagung Rakhmatnto mengatakan, memang pemanfaatan flare gas selama ini masih kurang optimal. Salah satu kendalanya adalah belum adanya pricing policy. Akan tetapi, menurut Priagung, lebih dari itu ketiadaan infrastruktur berupa pipa gas juga tak ayal membuat gas hasil operasi minyak dan gas ini dibakar sia-sia. “Makanya sayang banget. Kalau di deket lokasi (blok migas) listriknya belum ada, itu mestinya tanggung jawab pemerintah untuk bisa menghubungkan (menyalurkan flare gas) ke pengguna,” kata Priagung dihubungi Kompas.com, Senin sore.

Masalah lain adalah pemerintah belum memetakan potensi atau titik-titik lokasi terdapat flare gas, dan potensi pasarnya. Menurut Priagung, daripada memberikan patokan harga yang justru membuat kaku negosiasi jual-beli, hal pertama yang perlu dilakukan pemerintah adalah mapping (pemetaan) potensi tersebut. “Kalau penjualan gas itu kan business to business. Jadi jangan diatur terlalu rigid di rentang yang tertentu, karena hitungan keekonomiannya kan tergantung penjual dan pembeli,” pungkas Priagung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com