Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Spekulan Menanti Sinyal Impor Beras dari Pemerintah?

Kompas.com - 11/10/2015, 19:47 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Sebuah pemberitaan dari media Vietnam, The Saigon Times, pekan lalu mengabarkan pemerintah Vietnam memenangkan kontrak untuk memasok satu juta ton beras ke Indonesia.

Beras tersebut akan dikirim selama enam bulan, yaitu mulai Oktober ini hingga Maret tahun depan. Pada laman itu Direktur Thinh Phat Co Ltd Lam Anh Tuan menyebutkan, beras untuk Indonesia terdiri dari 750.000 ton dengan kualitas patahan 15 persen dan 250.000 ton beras dengan patahan 5 persen atau beras premium.

Berita dari The Saigon Times lantas menimbulkan kecurigaan bahwa pemerintah memang betul-betul akan merealisasikan impor beras, namun secara diam-diam. Pasalnya, sejumlah pejabat RI yang ditemui Jumat (9/10/2015) belum mau buka suara terkait kabar impor beras.

Dijumpai usai rapat koordinasi ketersediaan beras, Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong seperti biasanya irit bicara, dan menyerahkan kepada koordinatornya untuk memberikan penjelasan.

Malam harinya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution pun berkelit soal impor beras dari Vietnam. “Ah (soal) itu. Intinya, kita tidak bahas,” kata Darmin meninggalkan kantor Lapangan Banteng.

Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati, pemerintah sebaiknya perlu mengumumkan dengan terbuka keputusan impor beras. Sebabnya, selama ini tata niaga beras masih didominasi sistem pasar oligopoli dan sarat permainan kartel atau para spekulan.

“Begitu dia (spekulan) melihat pemerintah tidak punya cadangan, ya dia seenaknya (membentuk harga),” kata Enny kepada Kompas.com, Minggu (11/9/2015).

Sebaliknya, Enny melanjutkan, apabila spekulan melihat bahwa pemerintah memiliki cadangan (buffer stock) yang cukup, maka fluktuasi harga di pasar lebih bisa dikenalikan. Kalaupun harga beras masih tinggi, Enny yakin hal tersebut lebih disebabkan kekurangan pasokan, ketimbang permainan para pelaku kartel.

Lebih dari itu, Enny menjelaskan, kalaupun ada impor beras sebaiknya memang didasarkan pada data yang valid. Data yang sudah dikalibrasi dengan baik bisa menjadi acuan bagi pengambil keputusan untuk menentukan impor.

“Tidak seperti sekarang, politisasinya adalah datanya yang tidak valid. Pak Amran bilang surplus. Ya mana ada, produksi surplus tapi harga naik,” pungkas Enny.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com