Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyoal Ribut-ribut Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Bagian 2)

Kompas.com - 13/10/2015, 05:30 WIB
                                        Oleh Rhenald Kasali
                                          @Rhenald_Kasali

KOMPAS.com - Perbincangan tentang kontroversi proyek kereta cepat masih beredar di masyarakat. Kemarin sudah saya ulas mengapa proyek ini menjadi terkesan kontroversial, dan betapa rumitnya memahami peluang dan resiko dari bisnis ini.

Benar, saya bukanlah politisi dan kurang paham bagaimana politik menjalin berbagai kepentingan, maka saya fokuskan pada analisis usahanya.

Kemarin juga sudah saya bahas, betapa era baru dalam dunia bisnis global telah mengubah business landscape kita secara besar-besaran. Dunia usaha tak lagi bisa dianalisis antar-moda (antar-produk), melainkan melalui business model. Pengusaha dan BUMN harus mampu melihat potensi recurring income, serta membaca peluang dalam ekosistem bisnisnya.  

Baca: Menyoal Ribut-ribut Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Bagian 1)
     
Setahu saya misalnya, sampai 30 tahun pun kereta api dari kota menuju bandara akan tetap rugi karena ia memang dibangun untuk kepentingan pelayanan publik. Untuk itulah kita harus siap menerima ketidaklayakan proyeknya secara singular. Namun dalam ekosistemnya, bukankah ia akan menciptakan sirkulasi ekonomi yang mampu menciptakan banyak kegiatan ekonomi?

Bukan Hanya Tiket

Baiklah supaya lebih jelas, saya akan uraikan dulu bisnis kereta cepat yang hitungan singularnya (an sich proyek kereta api, tanpa mengukur ekosistemnya) menuai pro kontra. Proyek ini digagas oleh Presiden Joko Widodo ketika berkunjung ke Tiongkok menjelang akhir Maret 2015.

Sementara, rute yang dirancang adalah dari Stasiun Gambir di Jakarta sampai Stasiun Gedebage di Bandung, Jawa Barat. Panjangnya 150 kilometer. Investasinya setelah dihitung ulang, menjadi 5,5 miliar dollar AS, atau kalau kita hitung memakai kurs sekarang nilainya bisa sekitar Rp 74 triliun.

Ini investasi yang tidak sedikit bagi negara. Tapi, kalau dilihat dari value creation pada ekosistemnya, uang sebesar itu bagi pengusaha swasta bukan uang yang besar-besar amat. Apalagi ada banyak project finance yang bisa digarap dan memberi ruang penguatan BUMN yang besar.

Ini tentu masih harus dijelaskan secara bertahap. Mengapa bertahap?  Saya pikir ini karena ia memang rumit dan sudah pasti BUMN kita yang menangani proyek besar ini harus beradaptasi dengan perubahan. Beradaptasi itu baik, karena ia bukanlah bebek yang lumpuh. Lagi pula di sana akan ada banyak spekulasi yang dapat menghambat dan mengorbankan kepentingan rakyat kecil.  Ini tentu harus dijaga negara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Whats New
SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com