Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menjaga Kesejahteraan Sosial di Masa Sulit

Kompas.com - 21/10/2015, 16:47 WIB

Oleh: Ayu Siantoro

JAKARTA, KOMPAS - Sejak awal, program di bidang kesejahteraan sosial menjadi penopang dukungan publik kepada pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Program-program kesejahteraan sosial dinilai paling menyentuh kebutuhan masyarakat.

Ketika ekonomi melambat dan bencana asap menghantam, kepuasan publik terhadap kinerja bidang ini berkurang sedikit.

Berkebalikan dengan penilaian tiga bulan lalu ketika kinerja pemerintah dalam bidang kesejahteraan sosial menjadi juara, kali ini kepuasan responden turun paling banyak dibandingkan dengan bidang-bidang lain.

Penurunan kepuasan paling tajam terjadi pada aspek pencegahan pencemaran lingkungan. Hampir separuh responden mengaku tidak puas, memburuk lebih dari 10 persen dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya.

Pendapat negatif itu dipicu oleh bencana asap yang telah berlangsung selama lebih dari dua bulan terakhir. Dampaknya cukup parah karena merenggut 4 korban jiwa, 3 orang di antaranya anak-anak, serta meningkatnya jumlah penderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Kerugian ekonomi pun diperkirakan triliunan rupiah.

Persoalan asap di Sumatera dan Kalimantan sudah terjadi bertahun-tahun tanpa ada solusi konkret. Responden yang berdomisili di provinsi-provinsi terdampak asap pun mengungkapkan ketidakpuasan terbesar terhadap pencegahan pencemaran lingkungan dan pelayanan kesehatan.

Di sisi lain, pemerintah memanfaatkan momentum ini untuk menggali persoalan lebih mendalam. Solusi membuat kanal di lahan gambut sejauh ini dinilai akan cukup efektif mengurangi kebakaran lahan gambut pada masa mendatang. Akan tetapi, upaya ini tidak mudah diwujudkan karena hanya merupakan solusi jangka pendek.

Namun, meski kepuasan publik terhadap pelaksanaan program kesejahteraan sosial menurun, apresiasi publik terhadap kinerja di bidang layanan publik ini secara umum masih tinggi, berada di atas angka 60 persen.

Soal kemiskinan

Persoalan pengentasan rakyat dari kemiskinan tak luput dari sorotan publik. Perlambatan ekonomi selama tiga bulan terakhir tampaknya turut menurunkan tingkat kepuasan responden terhadap kinerja pemerintah dalam mengatasi kemiskinan.

Dua dari tiga responden kecewa terhadap kinerja pemerintah di bidang ini. Level penyikapan ini termasuk yang terburuk sejak awal pemerintahan Jokowi-Kalla.

Pembagian Kartu Keluarga Sejahtera kepada 15,4 juta keluarga bisa jadi sudah dirasa kurang mampu sebagai upaya mitigasi kemiskinan yang akurat. Langkah ini bukan satu-satunya solusi.

Publik memandang program kesejahteraan sosial seharusnya memberdayakan manusia agar masyarakat tidak sebatas bergantung pada jaminan sosial sehingga kehidupan masyarakat tak mudah goyah meski dihantam krisis. Program pengentasan rakyat dari kemiskinan yang demikian dinilai paling mendesak oleh sepertiga responden.

Sumatera dan Kalimantan adalah tanah kaya sumber daya, tetapi justru di sanalah persoalan kemiskinan keras disuarakan publik. Hal itu mengindikasikan persoalan ketimpangan kesejahteraan ada di wilayah tersebut. Dibandingkan dengan pedesaan, kesenjangan lebih diungkapkan masyarakat perkotaan.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com