Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukan Asal Saja Ada Moratorium TKI ke Arab Saudi

Kompas.com - 21/10/2015, 23:08 WIB
Sri Noviyanti

Penulis

KOMPAS.com -  Tiap tahun, angka pengangguran Indonesia bisa membengkak dengan tambahan 1,3 juta angkatan kerja tak terserap ketika ekonomi masih tumbuh di bawah 6 persen. Karenanya, migrasi warga negara Indonesia ke luar negeri untuk mendapatkan penghidupan yang layak tak bisa dihindari.

“Tiap 1 persen pertumbuhan ekonomi hanya mampu menyerap 250.000 angkatan kerja di dalam negeri,” ujar Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid, Rabu (21/10/2015).

Padahal, ada sekitar 2,8 juta angkatan kerja baru per tahun ketika ekonomi Indonesia hanya mencatatkan pertumbuhan dalam rentang 4,7 persen hingga 6 persen. Karena itu, Pemerintah tetap harus bertanggung jawab penuh atas nasib para tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri karena tak cukup tersedia pekerjaan di dalam negeri.

Situasi itulah, kata Nusron, yang mendasari terbitnya keputusan moratium atau penghentian pengiriman TKI ke kawasan Timur Tengah. Hal itu dia tegaskan dalam Rapat Koordinasi Nasional Perlindungan WNI dengan Perwakilan RI dan Pemangku Kepentingan Nasional yang digelar Kementerian Luar Negeri bertajuk Tripartite Meeting: Road Map Sistem Perlindungan TKI Pasca Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 260 tahun 2015.

“Kepmen tersebut jangan dimaknai sebagai penghambat WNI dalam mendapatkan pekerjaan, tapi dibuat dengan tujuan untuk melindungi WNI mendapatkan pekerjaan yang lebih layak dan penghidupan yang lebih baik lagi,” papar Nusron. Moratorium itu ditetapkan dengan alasan sistem kafalah yang masih berlaku di negara-negara kawasan itu, terutama Arab Saudi.

Penerapan sistem itu menempatkan TKI dalam situasi perbudakan modern, dengan tuannya disebut kafil dan TKI diperlakukan seperti budak. “Ada tiga solusi untuk masalah tersebut yaitu, dengan melakukan formalisasi Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) menjadi pekerja di bidang hospitality dan caregiver (melalui upgrade dan upskill TKI), penataan ulang pembagian peran, dan percepatan implementasi program kerja BNP2TKI,” tutur Nusron.

Melalui upgrade skill, Nusron yakin bahwa TKI akan berhasil di negara penempatannya bekerja. “Faktanya, tingkat kelulusan ujian nasional TKI Nurse dan Careworker di Jepang mencapai 66,8 persen, lebih tinggi dari target 61 persen dan dari Filipina yang hanya 32 persen,” ungkap Nusron.
 
Lebih lanjut Nusron memaparkan, ada enam target BNP2TKI yang dipatok hingga 2019. “(Yaitu) tidak ada TKI informal, pra-keberangkatan TKI adalah satu bulan, remitansi TKI meningkat hingga tiga kali lipat, perlindungan utuh pada empat tahapan, dan TKI purna segera jalani lima solusi mandiri,” sebut Nusron.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com