Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PP Pengupahan Selesai, Siap-siap Diterjang Protes Buruh

Kompas.com - 27/10/2015, 12:00 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah menanti 12 tahun, pemerintah akhirnya mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan. Beleid ini akan menjadi payung hukum bagi pengusaha dan buruh dalam menentukan upah pekerja.

Seperti janji di paket ekonomi IV, dalam beleid yang ditandatangani Presiden Joko Widodo, Jumat (23/10/2015) itu, pemerintah menghitung kenaikan upah minimum berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional tahun sebelumnya.

Meski telah belasan tahun dibahas hingga menjadi peraturan resmi, nyatanya, pedoman pengupahan ini masih mengundang kritik. Bagi pengusaha, pedoman upah ini masih berpotensi menimbulkan tarik menarik antara buruh.

Utamanya yang punya masa kerja lebih dari setahun dengan pengusaha dalam menentukan upah di kabupaten atau kota di Dewan Pengupahan, setiap tahun.

Selama ini, sorotan publik atas PP Pengupahan hanya ditujukan ke upah minimum provinsi yang berlaku bagi buruh dengan masa kerja kurang dari satu tahun. Toh pemerintah bersikeras.

"Penetapan upah sektoral tetap bipartit antara pekerja dan pengusaha," tandas Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemnaker, Haiyani Rumondang, Senin (26/10/2015).

Sedang buruh masih keberatan dengan ketetapan tentang Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Di pasal 43 ayat 5 di PP Pengupahan disebutkan, komponen kebutuhan hidup layak ditetapkan setiap lima tahun sekali.

Alhasil, untuk menetapkan UMP 2016, para kepala daerah akan menggunakan KHL tahun berjalan 2015. KHL tersebut memuat 60 komponen hidup layak.

Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengaku kecewa dengan beleid pengupahan ini.

"Percuma jika KHL dievaluasi hanya tiap lima tahun sekali. Sebab, penetapan kenaikan upah hanya didasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi saja," ucap Timboel.

Menurut dia, beberapa poin di PP Pengupahan berbenturan atau tumpang tindih dengan aturan pengupahan lainnya. Salah satunya Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengedepankan unsur tripartit dalam penetapan upah.

Makanya, para buruh akan tetap turun ke jalan menolak PP Pengupahan ini di Jakarta dan kota-kota besar, mulai hari ini, Selasa (27/10/2015). "Kami akan demontrasi mulai besok selama empat hari," kata Andi Gani, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), kemarin.

Meski masih memiliki celah yang dapat menimbulkan ketegangan, Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri mengklaim, PP Pengupahan merupakan terobosan dalam dunia ketenagakerjaan di Indonesia.

Sebab selama ini penetapan upah sering dipolitisasi dengan cara menaikkan upah secara tidak rasional sehingga menimbulkan ketidakpastian bagi pengusaha. Dengan adanya peraturan baru ini, para kepala daerah bisa menyusun UMP tahun 2016 dengan formula upah yang sesuai dengan beleid pengupahan baru ini.

Menurut Hanif, pemerintah memberikan tenggat waktu hingga pekan depan atau hingga tanggal 1 November 2015 kepada para gubernur atau kepala daerah untuk menetapkan UM dan mengumumkan secara serentak pada awal November tahun ini. (Handoyo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com