Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut JK, Pengusaha yang Simpan Uang di Luar Negeri Bukan Pengusaha Pribumi

Kompas.com - 27/10/2015, 20:09 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengkritik sebagian pengusaha yang lebih senang menyimpan uangnya di luar negeri. Menurut Kalla, pengusaha yang seperti itu tidak berjiwa nasionalis.

"Semua mengeksplor dengan segala macam kepentingan ekonomi tetapi tidak banyak mementingkan kepentingan ekonomi nasional. Uangnya lebih banyak di luar, dinikmati di luar, itu pasti anasional. Pasti pengusaha yang tidak bisa kita sebut pribumi," kata Kalla saat menghadiri rapat kerja nasional Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) di Jakarta, Selasa (27/10/2015).

Menurut Kalla, para pengusaha pribumi sedianya memiliki semangat untuk mengembangkan perekonomian nasional. Di samping mencari cara untuk mengembangkan usahanya, para pengusaha diminta memenuhi kewajiban mereka untuk taat membayarkan pajak kepada negara.

"Dengan membayar pajak yang baik, mengembangkan ekonomi domestik yang lebih baik, kekayaan dinikmati di dalam negara dan memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat ini," ujar Kalla.

Wapres juga mengingatkan bahwa pengusaha pribumi sedianya tidak menjalankan usahanya dengan menjatuhkan pengusaha yang lain. Pengusaha pribumi yang baik, lanjut dia, sedianya mampu meningkatkan kemampuan, keahlian, serta semangat pengusaha-pengusaha lain yang lebih kecil daripadanya.

"Tumbuh tanpa menarik turun tetapi tumbuh secara bersama-sama. Menarik naik pengusaha-pengusaha yang belum sempat naik, tidak dengan menginjak. Jadi tumbuh tanpa menarik, dan yang besar tumbuh tanpa menginjak yang lain," ucap dia.

Selain itu, Wapres mengingatkan akan tantangan ke depan yang akan dihadapi para pengusaha. Ia menyebutkan bahwa salah satu tantangan yang dihadapi pengusaha dewasa ini adalah melemahnya perekonomian dunia.

Melemahnya perekonomian di Amerika, China, serta Eropa, berimbas pada menurunnya jumlah permintaan maupun harga komoditi Indonesia seperti kelapa sawit, batubara, atau karet. Pasar industri dalam negeri turun akibat menurunnya daya beli dari negara lain.

"Ekonomi China yang tumbuh sebelumnya, 11-12 persen, terakhir 9 persen, sekarang 6,7 lalu 6,8 persen, mungkin turun lagi dalam tahun-tahun mendatang. Artinya dia punya idle capacity yang besar, artinya permintaan bahan baku tidak sebaik pada masa-masa yang lalu, tantangan itu lah yang kita hadapi," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com