Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buruh Akan Uji Materi PP Pengupahan

Kompas.com - 29/10/2015, 07:23 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Gelombang aksi demonstrasi buruh menolak pengesahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan mulai terjadi di daerah-daerah tidak terkecuali di wilayah Jabodetabek.

PP pengupahan resmi diundangkan pada tanggal 23 Oktober lalu.

Sejak saat itu, demo buruh mulai terjadi, salah satunya di Ibukota dengan sasaran istana negara pada tanggal 27 Oktober.

Puncaknya, seluruh elemen buruh akan unjuk rasa besar-besaran pada 30 Oktober.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani mengatakan, aksi besar-besaran ini merupakan buntut tidak adanya kesepakatan saat bertemu dengan pihak Istana Presiden.

Selanjutnya, bila pemerintah tetap bergeming dengan aksi demo ini, maka KSPSI mengancam akan melakukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA).

Andi klaim sedang melakukan konsultasi dengan tim hukum KSPSI.

Seperti diketahui, dalam PP tentang pengupahan tersebut, formula pengupahan ditetapkan berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Selain itu eveluasi Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dilakukan setiap 5 tahun.

Andi klaim aksi buruh yang turun kejalan pada hari ini jumlahnya mencapai 70.000 pekerja.

Jumlah ini akan terus bertambah hingga puncak acara nanti.

"Karena pada waktu puncak nanti, semua elemen buruh akan melakukan aksi demo," kata Andi.

Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (Opsi) Timboel Siregar mengatakan, selain bertentangan dengan UU Nomor 2003 tentang Ketenagakerjaan, PP tentang pengupahan tersebut juga bertentangan dengan Konvensi ILO Nomor 144 yang sudah diratifikasi oleh Indonesia.

Dalam Konvensi tersebut dinyatakan, pemerintah membuat peraturan terkait ketenagakerjaan harus melibatkan pekerja melalui Forum Tripartit yang terdiri dari pengusaha, pemerintah dan pekerja.

Timboel menambahkan, penentuan upah berdasarkan besarnya inflasi dan pertumbuhan ekonomi tidak transparan.

Pasalnya, besarnya inflasi nasional berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS). (Handoyo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com