Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pesawat N-219 Banyak Dipesan

Kompas.com - 13/11/2015, 15:01 WIB
BANDUNG, KOMPAS — Pesawat baru produksi PT Dirgantara Indonesia (Persero), yakni N-219, diminati sejumlah perusahaan penerbangan baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Pemesanan sudah mulai dilakukan meski saat ini PT DI sedang dalam tahap perakitan akhir untuk pembuatan prototipe pesawat tersebut.

"Ada beberapa perusahaan penerbangan swasta yang ingin langsung melakukan kontrak dengan memesan sekitar 30 pesawat. Kami belum dapat memutuskan. Kami harus berkonsultasi dulu dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara, apakah hal ini diperbolehkan. Sebab, kalau satu perusahaan penerbangan memesan beberapa pesawat dalam sekian tahun, maka perusahaan lain, yang juga ingin membeli, tidak bisa memperolehnya. Mereka bisa saja memprotes karena dinilai telah terjadi monopoli," kata Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (DI) Budi Santoso, Kamis (12/11/2015), di Bandung, Jawa Barat.

Budi mengemukakan hal itu seusai acara syukuran atas Pencapaian Tahap Validasi Rekayasa Rancang Bangun Struktur N-219 Hasil Kerja Sama PT DI dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) di hanggar N-219, Bandung.

Pesawat itu telah selesai dirancang dan dibangun strukturnya secara utuh berbentuk pesawat asli, dan direncanakan diresmikan Presiden Joko Widodo. Pesawat komuter berkapasitas 19 penumpang dengan dua mesin turboprop dan bernilai investasi sekitar 50 juta dollar AS itu direncanakan pula dapat terbang perdana pada tahun 2016.

Sejumlah perusahaan penerbangan yang berminat membeli N-219 di antaranya Aviastar dan Trigana Air. Perusahaan ini telah menandatangani nota kesepahaman dengan PT DI.

Selain itu, sejumlah negara juga telah menyatakan minatnya untuk membeli pesawat angkut ringan yang dapat beroperasi di daerah penerbangan perintis ini, yaitu Kroasia, Laos, dan Thailand.  Thailand yang pernah membeli pesawat NC-212 dan CN 235 itu ingin membeli N-219 untuk kegiatan menurunkan hujan buatan guna mendukung pertaniannya.

"Kanada juga menawarkan kerja sama untuk produksi N-219," ujar Budi.

PT DI menargetkan produksi N-219 pada 2017 rata-rata 6 unit per tahun, lalu pada 2018 sebanyak 10 unit per tahun, dan pada 2019 ditingkatkan sebanyak 18 unit per tahun, dan maksimal adalah 20 unit per tahun dengan melihat pula kebutuhan pasar.

Budi mengemukakan, pihaknya optimistis pesawat N-219 mampu menguasai pasar pesawat terbang di kelasnya. Harga jual pesawat ini juga diupayakan berkisar 5 juta - 6 juta dollar AS per unit. Harga ini relatif lebih murah dibandingkan dengan kompetitor, yakni pesawat Twin Otter buatan Kanada yang dijual sekitar 7 juta dollar AS per unit.

Pesawat N-219 juga memiliki sejumlah keunggulan, di antaranya dapat lepas landas dan mendarat dalam jarak pendek di landasan sepanjang 600 meter, dapat lepas landas dan mendarat di landasan yang tidak beraspal, mudah dioperasikan di beberapa daerah terpencil, kabin terluas di kelasnya, serta biaya operasional yang kompetitif.

"Pesawat N-219 juga unggul karena desainnya mengacu pada teknologi tahun 2000-an, sedangkan kompetitor desainnya adalah teknologi tahun 1960-an. Pesawat ini juga dapat dikendalikan dengan kecepatan rendah, yaitu 59 knot. Itu sebabnya pesawat ini dapat mendarat dalam jarak pendek di landasan sepanjang 600 meter. Dengan demikian, pesawat ini sangat cocok untuk melayani penerbangan perintis dengan kondisi bandara di daerah- daerah terpencil, yang umumnya kondisi landasan pendek dan tidak beraspal," tutur Budi.

Budi juga menjelaskan, pesawat N-219 dapat digunakan untuk menjangkau seluruh daerah penerbangan perintis di Indonesia yang tersebar di 21 provinsi, meliputi 170 rute penerbangan. Rute penerbangan perintis terbanyak adalah di kawasan Sulawesi dan Papua.

"Paling tidak dengan 100 unit pesawat N-219 sudah dapat melayani semua rute penerbangan perintis," ujarnya.

Chief Engineering N-219 PT DI Palmana Bhanadhi mengatakan, pesawat N-219 juga dapat difungsikan untuk kegiatan militer, patroli maritim, ataupun evakuasi di daerah bencana. Palmana menyinggung pula, mesin N-219 menggunakan PT6-42A, 850 shaft horse power (shp) buatan Kanada, dan baling-baling Hartzell buatan AS.

"Untuk sistem avionik, kami menggunakan Garmin 1000 buatan AS. Dalam pemilihan mesin ini, kami tidak pilih satu perusahaan, tetapi melalui seleksi pada sejumlah perusahaan. Kami juga beraudiensi dengan customer, dan mereka lebih menyukai mesin dari Kanada ini yang reputasinya dikenal bagus. Mesin ini telah digunakan lebih dari 2.500 pesawat. Dengan begitu, harganya tidak mahal, pemeliharaan dan suku cadang juga mudah diperoleh," katanya. (sem)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 November 2015, di halaman 23 dengan judul "Pesawat N-219 Banyak Dipesan".


Baca juga: Pesawat-pesawat Ini Telah Diproduksi PT DI, Apa Saja..?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Spend Smart
Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Whats New
Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Whats New
Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Whats New
Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Spend Smart
Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

Whats New
Heran Jasa Tukar Uang Pinggir Jalan Mulai Menjamur, BI Malang: Kurang Paham Mereka Dapat Uang Dari Mana...

Heran Jasa Tukar Uang Pinggir Jalan Mulai Menjamur, BI Malang: Kurang Paham Mereka Dapat Uang Dari Mana...

Whats New
Dongkrak Performa, KAI Logistik Hadirkan Layanan 'Open Side Container'

Dongkrak Performa, KAI Logistik Hadirkan Layanan "Open Side Container"

Whats New
Sumbangan Sektor Manufaktur ke PDB 2023 Besar, Indonesia Disebut Tidak Alami Deindustrialisasi

Sumbangan Sektor Manufaktur ke PDB 2023 Besar, Indonesia Disebut Tidak Alami Deindustrialisasi

Whats New
Harga Bahan Pokok Jumat 29 Maret 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Harga Bahan Pokok Jumat 29 Maret 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Whats New
Modal Asing Kembali Cabut dari RI, Pekan Ini Nilainya Rp 1,36 Triliun

Modal Asing Kembali Cabut dari RI, Pekan Ini Nilainya Rp 1,36 Triliun

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com