Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tuhan, Rakyat, dan Neolib, Jurus Ampuh untuk Tarik Simpati

Kompas.com - 16/11/2015, 05:45 WIB

Yang lainnya bilang, "Lihat saja kebijakan yang dia ambil, cuma berkelahi dan tak ada ujungnya. Lawan-lawannya dikatai mengambil kebijakan yang neolib."

Anak-anak muda itu kemudian memberi tahu saya. "Kami tak peduli dengan jargon-jargon itu, yang penting mereka bisa menghasilkan apa. Percuma juga menuding orang lain neolib kalau kelakuannya neolib. Kami hidup dalam era borderless, butuh ruang yang besar untuk berkreasi, bertarung melawan bangsa-bangsa lain yang secara fisik tidak tampak karena kita sudah tinggal di cyber place. Daya saing itu perlu," ujar mereka.

Mereka juga bingung begitu melihat pejabat yang langsung loyo saat dituding neolib.

Memperkuat bangsa itu penting, mengerem agar si kaya tidak membayar fasilitas publik dengan harga murah itu juga penting.

Kalau semua dibuat murah, rakyat kecil malah tidak kebagian. Ini karena si kaya menikmati subsidi yang menjadi hak orang miskin. Namun jika subsidi dicabut, mereka bilang itu kebijakan neolib.

Memang yang terakhir ini menjadi amat dilematis, terutama saat pertumbuhan ekonomi tidak dinikmati penduduk secara merata. Yang kaya dan miskin sama-sama berhak memakai fasilitas publik, tetapi pada harga berapa?

Bagi orang bisnis, solusinya sederhana saja: Ciptakan produk berdasarkan segmen, lalu cari uang dari orang yang sudah kaya dan bagi-bagi keuntungannya untuk kepentingan publik yang lebih luas.

Namun, apakah logika ini bisa kita terima kalau BUMN yang melakukannya? Sementara itu, pemerintah punya semua elemennya, dan tinggal disinergikan.

Selain itu, yang pasti akan menguntungkan adalah jika orang kaya dijadikan pasar dan tidak dibiarkan menjadi konsumen di negri asing.

Teman saya yang lain tak mau pusing membaca penjelasannya. Mereka hanya ingin cepat-cepat jadi pejabat tinggi. "Cukup, kita labelkan saja mereka neolib agar kita bisa duduk gantian," ujarnya.

Sesederhana itulah provokasi dan perebutan kursi di Indonesia. Ini artinya, menjalankan perubahan di negeri ini masih belum mudah.

Yang benar bisa dikalahkan oleh mereka yang pandai beretorika dan mengambil hati kita.

Prof Rhenald Kasali adalah Guru Besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Pria bergelar PhD dari University of Illinois ini juga banyak memiliki pengalaman dalam memimpin transformasi, antara lain menjadi anggota Pansel KPK sebanyak 4 kali dan menjadi praktisi manajemen. Ia mendirikan Rumah Perubahan, yang menjadi acuan dari bisnis sosial di kalangan para akademisi dan penggiat sosial yang didasari entrepreneurship dan kemandirian. Terakhir, buku yang ditulis berjudul Self Driving: Menjadi Driver atau Passenger.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com