Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menaker: 6 Informasi Sesat Terkait PP Pengupahan

Kompas.com - 19/11/2015, 06:13 WIB
KOMPAS.com - Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri mengatakan bahwa ada indikasi penyesatan informasi oleh pihak tertentu yang disebarkan di kalangan buruh. Menurutnya ada pihak tertentu sengaja menyebarkan informasi tersebut dengan tujuan agar elemen buruh mudah digerakkan turun ke jalan dan berdemonstrasi menolak PP Pengupahan.

Oleh karena itu, Hanif meminta agar buruh berhati-hati dengan informasi yang menyesatkan mengenai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

"Teman-teman buruh harap berhati-hati terhadap informasi menyesatkan baik di lapangan maupun di media sosial," ujar Hanif, Senin (16/11/2015), lalu.

Hanif mengungkapkan, ada enam contoh penyesatan informasi soal PP Pengupahan. Pertama, upah buruh hanya akan naik lima tahun sekali.

Hanif menegaskan hal itu tidak benar sama sekali, sebab dengan sistem formula dalam PP Pengupahan upah buruh dipastikan naik setiap tahun, bukan setiap lima tahun.

Kedua, isu bahwa upah buruh yang menjalankan tugas serikat pekerja tidak dibayarkan. Menurut dia, buruh yang menjalankan tugas serikat pekerja tetap harus dibayar upahnya.

Ketiga, dengan formula pengupahan berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional, maka perhitungan upah tidak memperhitungkan komponen hidup layak (KHL) dan kenaikannya tidak lebih dari 10 persen.

Menurut Hanif, hal itu tidak benar karena upah minimum tahun berjalan sebagai dasar perhitungan sudah mencerminkan KHL dan untuk tahun 2016 saja kenaikan upah minimum akan mencapai 11.5 persen.

Keempat, struktur dan skala upah mempertimbangkan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan maupun produktivitas ditiadakan. Hal tersebut juga dianggap tidak benar karena dalam PP Pengupahan justru mewajibkan perusahaan untuk membuat dan menerapkan struktur dan skala upah.

Kelima, terkait isu peniadaan perlindungan terhadap upah. Menurut Hanif dalam PP Pengupahan masalah perlindungan upah malah ditegaskan dengan sanksi mengacu pada UU 13/2003 dan ditambah sanksi administratif, termasuk penghentian sebagian atau seluruh proses produksi.

Keenam, serikat pekerja dihilangkan peranannya dalam pengupahan. Hal itu pun merupakan informasi tidak benar. Karena, menurut Hanif, dalam PP Pengupahan keberadaan serikat pekerja justru semakin penting perannya dalam merundingkan upah layak pekerja dengan masa kerja di atas 1 tahun melalui penerapan struktur dan skala upah di perusahaan.

Dalam perkara ini, Hanif mengatakan, masih banyak isu senada yang tujuannya memprovokasi buruh agar mau turun ke jalan. Dalam menanggapinya, Hanif menyarankan agar serikat pekerja berunding dengan pengusaha di forum bipartit, bukan di jalanan.

"Makanya, saya ingatkan agar jangan semua informasi ditelan mentah-mentah. Silakan cek isi regulasinya di laman Kemnaker," ujarnya.

Keraguan pihak buruh terhadap pemerintah karena selama ini banyak terjadi kasus pelanggaran Undang-undang Ketenagakerjaan yang tidak mendapatkan sanksi tegas.

Akibatnya, pengusaha dengan bebas melanggar hak-hak buruh yang normatif tersebut. Belum ada bukti konkret dari pemerintah yang mampu menenangkan buruh tentang jaminan kesejahteraan dan hak-haknya secara signifikan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com