Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekuatan Pasar Asia di Tengah Perlambatan Ekonomi

Kompas.com - 20/11/2015, 17:03 WIB

KOMPAS.com - Pasar Asia memunyai kekuatan penting di tengah perlambatan ekonomi dunia. Salah satunya adalah dominasi pemain lokal pada kategori barang konsumsi cepat habis (FMCG). Keunikan itu terlihat dari dominasi pemain lokal dibandingkan pemain global. “Asia merupakan market yang unik, karena para pemain lokal yang mendominasi lebih banyak dibandingkan dengan para pemain global,” ujar Lim Soon Lee, General Manager Kantar Worldpanel Indonesia, Jumat (20/11/2015).

Fakta tersebut sesuai dengan hasil riset Kantar Worldpanel untuk pasar Asia. Menurut lembaga itu,  secara keseluruhan, para pemain lokal Asia berkontribusi sebesar 74 persen. Tak hanya itu, para pemain lokal tumbuh dua kali lipat lebih besar dibandingkan dengan para pemain multinasional.

Lee memberikan contoh yakni Indonesia dan China. Para pemain lokal di kedua negara itu masih menunjukkan tingkat kontribusi lebih dari 60 persen. Angka ini merupakan pertumbuhan dua kali lipat dibandingkan dengan para pemain global.

Menurut Lee kemudian, tak mengherankan jika industri FMCG di Asia masih sangat menjanjikan meski  dalam satu tahun terakhir, pertumbuhan FMCG di Asia menurun. Data Kantar Worldpanel menunjukkan pada 2013, pasar FMCG tumbuh 10 persen dibandingkan dengan 2012. Sedangkan, pada 2015, FMCG hanya mengalami pertumbuhan sebesar 4,6 persen.

Sementara itu, pertumbuhan barang konsumi di Indonesia tahun ini sebesar 7,4 persen. Pertumbuhan ini menurun jika dibandingka pada 2014 yang tumbuh mencapai dua digit yaitu 15,2 persen.


Indonesia

Hasil riset Kantar Worldpanel bertajuk Asia Brand Power 2015 menunjukkan wawancara eksklusif dengan 11 CEO dari para pemain lokal Asia di sembilan negara untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mendorong pertumbuhan mereka secara signifikan. Mereka antara lain, Mayora (Indonesia), Ichitan (Thailand), Aekyung (Korea Selatan), Godrej (India), Monde Nissin (Filipina), Masan (Vietnam), YFY (Taiwan), Rebisco (Filipina), Marico (India), Sanquan (China), dan Vinda (China).

Selain produk-produk lokal yang sukses di sembilan negara, dalam laporan tersebut Kantar Worldpanel juga memaparkan beberapa produk dari Indonesia. Misalnya, Teh Pucuk Harum, yang bersaing dengan produk inovatif dengan harga terjangkau. Teh Pucuk Harum juga melakukan komunikasi dengan  konsumennya melalui media sosial. Lalu ada Kopi Luwak White Koffie, salah satu pemain terbesar pada segmen kopi instan. Produk ini sukses memosisikan diri sebagai kopi instan yang lebih sehat bagi jantung dan perut dengan harga yang terjangkau.

Sedangkan Teh Gelas, sukses memenuhi tren konsumen Asia yang menyukai teh sebagai minuman penyegar. Produk utamanya yang dikemas dalam gelas berhasil menjadi jagoan dalam memenuhi kebutuhan konsumen akan teh siap minum yang praktis dan terjangkau.

Indofood sukses menjadi merek paling berpengaruh di Indonesia. Salah satu produk Indofood, Indomie bahkan telah menjadi produk mie instan yang paling banyak dibeli di Indonesia. Produk-produk Indofood pun saat ini sudah diekspor ke lebih dari 60 negara. Produk Indomie ini hanya mampu disaingi oleh Mie Sedaap yang menduduki peringkat dua teratas untuk merek yang paling dipilih oleh konsumen Indonesia berdasarkan penelitian Brand Footprint 2015. Keberhasilan Mie Sedaap tidak terlepas dari strategi fokus pada daerah pedesaan dan menawarkan harga yang lebih terjangkau dengan isi yang lebihi banyak.

Sedangkan, produk kosmetik merek Wardah mengedepankan aspek halal terbukti memiliki daya tarik yang tinggi di Indonesia. Selanjutnya, So Klin, memiliki semua jenis deterjen yang dibutuhkan oleh konsumen mulai dari deterjen berkonsentrasi tinggi yang cocok untuk segala jenis mesin cuci, hingga deterjen anti-kuman dan deterjen pelindung warna pakaian. “Produk-produk di atas itu memiliki power lever atau tenaga pengungkit yang mendorong pertumbuhan dari para pemain lokal tersebut. Ini yang mampu mengungguli pemain global,” ujar Lee.

Secara singkat, Lee memaparkan, setidaknya ada lima faktor yang mampu menjadi tenaga pengungkit. Yang pertama, ahli dalam bertransformasi. Ini salah satu faktor yang mampu mendorong merek-merek lokal berubah dari sekadar manufaktur yang hanya memproduksi barang menjadi perusahaan yang mampu membangun merek yang mengerti kebutuhan konsumen.

Kemudian, berperan aktif dalam meningkat kualitas hidup masyarakat. Saat ini banyak produk bumbu instan dan santan instan yang menawarkan kenyamanan dan kemudahan di dalam memasak. Misalnya, Bumbu Racik Indofood dan Santan Sun Kara. Kedua produk berhasil menggaet 1 juta rumah tangga dan 1,5 juta rumah tangga sebagai pembeli.

Faktor lainnya adalah terus berinovasi dengan standar kualitas global tanpa meninggalkan selera tradisional maupun lokal. Fanny Murhayati, New Business Development Director Kantar Worldpanel Indonesia, mencontohkan Wardah sebagai salah satu contoh merek yang berhasil menangkap peluang ini. “Dengan target utama muslimah berhijab, Wardah berhasil mendapatkan pertumbuhan penjualan hingga 24 persen pada tahun 2015. Wardah juga berhasil masuk ke dalam daftar 50 merek paling dipilih di Indonesia berdasarkan penelitian Kantar Worldpanel,” ujarnya.

Ada juga faktor memanfaatkan teknologi digital untuk menciptakan kedekatan emosional dengan konsumen, khususnya melalui transaksi penjualan secara dalam jaringan (e-commerce). Terakhir, faktor yang mengkombinasikan penggunaan data hasil riset dengan intuisi dalam merumuskan keputusan yang diambil. “Banyak produk-produk lokal Asia yang sukses dengan mempertahankan penggunaan intuisi yang digabungkan dengan hasil riset dalam proses pengembangan produk. Intuisi ini hanya dimiliki oleh perusahaan di Asia yang benar-benar mengerti kebutuhan konsumen,” pungkas Lee.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

IHSG dan Rupiah Ditutup Melemah

IHSG dan Rupiah Ditutup Melemah

Whats New
Mobil Tertabrak KA Pandalungan, KAI Sampaikan Belasungkawa

Mobil Tertabrak KA Pandalungan, KAI Sampaikan Belasungkawa

Whats New
Pabrik Tutup, Bata Janji Beri Hak-hak Karyawan Sesuai Aturan

Pabrik Tutup, Bata Janji Beri Hak-hak Karyawan Sesuai Aturan

Whats New
Meski Ada Momen Ramadhan dan Pemilu, Konsumsi Rumah Tangga Dinilai Tidak Tumbuh Maksimal

Meski Ada Momen Ramadhan dan Pemilu, Konsumsi Rumah Tangga Dinilai Tidak Tumbuh Maksimal

Whats New
Era Suku Bunga Tinggi, Bank Mega Syariah Terapkan Jurus Angsuran Tetap untuk Pembiayaan Rumah

Era Suku Bunga Tinggi, Bank Mega Syariah Terapkan Jurus Angsuran Tetap untuk Pembiayaan Rumah

Whats New
Gojek Luncurkan Paket Langganan Gojek Plus, Ada Diskon di Setiap Transaksi

Gojek Luncurkan Paket Langganan Gojek Plus, Ada Diskon di Setiap Transaksi

Whats New
Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Whats New
Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Whats New
CEO Perusahaan Migas Kumpul di IPA Convex 2024 Bahas Solusi Kebijakan Industri Migas

CEO Perusahaan Migas Kumpul di IPA Convex 2024 Bahas Solusi Kebijakan Industri Migas

Whats New
Ramai soal 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

Ramai soal 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

Whats New
BEI Ubah Aturan 'Delisting', Ini Ketentuan Saham yang Berpotensi Keluar dari Bursa

BEI Ubah Aturan "Delisting", Ini Ketentuan Saham yang Berpotensi Keluar dari Bursa

Whats New
BEI Harmonisasikan Peraturan Delisting dan Relisting

BEI Harmonisasikan Peraturan Delisting dan Relisting

Whats New
Hadirkan Solusi Transaksi Internasional, Bank Mandiri Kenalkan Keandalan Livin’ by Mandiri di London

Hadirkan Solusi Transaksi Internasional, Bank Mandiri Kenalkan Keandalan Livin’ by Mandiri di London

Whats New
Biasakan 3 Hal Ini untuk Membangun Kekayaan

Biasakan 3 Hal Ini untuk Membangun Kekayaan

Earn Smart
Pertumbuhan Ekonomi RI 5,11 Persen Dinilai Belum Maksimal

Pertumbuhan Ekonomi RI 5,11 Persen Dinilai Belum Maksimal

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com