Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konsistenkah Pemerintahan Jokowi Kembangkan Energi Baru Terbarukan?

Kompas.com - 30/11/2015, 06:14 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) ternyata bukan hal baru. Sayang, rekam jejak pemanfaatan sumber energi non-fosil itu selalu putus di tengah jalan.

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Rinaldy Dalimi mengatakan, persoalannya ada pada konsistensi pemerintah.

Lebih dari tiga dekade silam, sudah dirintis pengembangan solar home system. Namun, hingga saat ini nyatanya hal tersebut belum banyak diterapkan. Terakhir, instruksi Presiden Jokowi agar panel-panel surya dipasang di gedung-gedung pemerintahan, termasuk istana negara pun urung.

"Sudah diinstruksikan bahwa Agustus kemarin sudah harus diresmikan. Tapi, karena lelangnya belum selesai, maka diresmikan tahun depan," ucap Rinaldy dalam sebuah diskusi pada Minggu (29/11/2015).

Pengalaman lain, di masa lalu pemerintah mempunyai Tim Bahan Bakar Nabati Nasional. Pemerintah menginstruksikan petani agar menanami ladangnya dengan tanaman jarak.

"Setelah panen, ternyata tidak ada yang beli. Ini tidak konsisten. Jadi banyak langkah pemerintah itu secara konsep benar, tapi tidak konsisten," kata dia lagi.

Contoh lain yang belum lama terjadi, yakni program desa mandiri energi. Rinaldy mengakui, di atas kertas memang ada 1.000 desa sasaran program. Tapi, realisasinya 95 persen desa gagal menjadi desa mandiri energi.

Rinaldy menengarai, gagalnya program desa mandiri energi tersebut salah satunya lantaran tidak adanya koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

"Transfer pengetahuan hanya sebagian kecil dari masalahnya," ungkap Rinaldy.

Tidak adanya koordinasi antar pusat dan daerah tercermin dari kegiatan di lapangan. Seperti misal, kata Rinaldy, pemerintah pusat memberikan alat yang tidak sesuai dengan geographic desa sasaran.

Dia bilang ada sebuah desa yang ingin mengembangkan ethanol bersumber tanaman singkong. Pemerintah pusat yang tidak paham geografis desa itu, justru memberikan traktor.

"Akhirnya traktornya tidak bisa bekerja, karena di perbukitan," kata dia.

Ada juga kasus, di mana pemerintah pusat salah dalam menyediakan alat yang dibutuhkan. Sebuah desa yang ingin mengembangkan energi angin atau bayu, gagal, lantaran kapasitas turbin pada kincir angin yang dibagi tidak cocok dengan kecepatan angin.

Ubah konsep

Agar pengalaman-pengalaman kegagalan itu tak terulang, Rinaldy menyarankan supaya pemerintah mengubah konsep yang selama ini digunakan.

Konsep yang dimaksud tak lain adalah perencanaan dan pembangunan program dilakukan sepenuhnya oleh pusat, baru setelah selesai, lantas diserah-terimakan ke daerah.

"Ubah konsep itu. Berikan dana ke daerah. Percayakanlah pada daerah kalau memang dana itu ada. Jangan pusat yang bangun, setelah selesai diberikan daerah. Transfernya itu seringkali bermasalah," tukas Rinaldy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemerintah Perlu Tinjau Ulang Anggaran Belanja di Tengah Konflik Iran-Israel

Pemerintah Perlu Tinjau Ulang Anggaran Belanja di Tengah Konflik Iran-Israel

Whats New
Ekspor Batik Aromaterapi Tingkatkan Kesejahteraan Perajin Perempuan Madura

Ekspor Batik Aromaterapi Tingkatkan Kesejahteraan Perajin Perempuan Madura

Whats New
Hadiri Halalbihalal Kementan, Mentan Amran: Kami Cinta Pertanian Indonesia

Hadiri Halalbihalal Kementan, Mentan Amran: Kami Cinta Pertanian Indonesia

Whats New
Pasar Modal adalah Apa? Ini Pengertian, Fungsi, dan Jenisnya

Pasar Modal adalah Apa? Ini Pengertian, Fungsi, dan Jenisnya

Work Smart
Syarat Gadai BPKB Motor di Pegadaian Beserta Prosedurnya, Bisa Online

Syarat Gadai BPKB Motor di Pegadaian Beserta Prosedurnya, Bisa Online

Earn Smart
Erick Thohir Safari ke Qatar, Cari Investor Potensial untuk BSI

Erick Thohir Safari ke Qatar, Cari Investor Potensial untuk BSI

Whats New
Langkah Bijak Menghadapi Halving Bitcoin

Langkah Bijak Menghadapi Halving Bitcoin

Earn Smart
Cara Meminjam Dana KUR Pegadaian, Syarat, dan Bunganya

Cara Meminjam Dana KUR Pegadaian, Syarat, dan Bunganya

Earn Smart
Ada Konflik Iran-Israel, Penjualan Asuransi Bisa Terganggu

Ada Konflik Iran-Israel, Penjualan Asuransi Bisa Terganggu

Whats New
Masih Dibuka, Simak Syarat dan Cara Daftar Kartu Prakerja Gelombang 66

Masih Dibuka, Simak Syarat dan Cara Daftar Kartu Prakerja Gelombang 66

Work Smart
Tingkatkan Daya Saing, Kementan Lepas Ekspor Komoditas Perkebunan ke Pasar Asia dan Eropa

Tingkatkan Daya Saing, Kementan Lepas Ekspor Komoditas Perkebunan ke Pasar Asia dan Eropa

Whats New
IHSG Turun 2,74 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Saham Rp 11.718 Triliun

IHSG Turun 2,74 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Saham Rp 11.718 Triliun

Whats New
Pelita Air Catat Ketepatan Waktu Terbang 95 Persen pada Periode Libur Lebaran

Pelita Air Catat Ketepatan Waktu Terbang 95 Persen pada Periode Libur Lebaran

Whats New
Simak, 5 Cara Tingkatkan Produktivitas Karyawan bagi Pengusaha

Simak, 5 Cara Tingkatkan Produktivitas Karyawan bagi Pengusaha

Work Smart
Konflik Iran-Israel, Kemenhub Pastikan Navigasi Penerbangan Aman

Konflik Iran-Israel, Kemenhub Pastikan Navigasi Penerbangan Aman

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com