Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bitung Siap Saingi "Kota Tuna" Filipina

Kompas.com - 07/12/2015, 16:47 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

KOMPAS.com - Semangat mengembalikan haluan Indonesia sebagai negara maritim terus digelorakan pemerintah. Sudah lama, sektor yang menjadi kodrat republik itu dipunggungi alias diabaikan.

Kini semangat itu terang-terangan digelorakan. Tengok saja apa yang dilakukan salah satu gerbang republik di wilayah Asia-Pasifik, Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bitung, Sulawesi Utara.

Kepala PPS Bitung Frits PL Lesnussa mengatakan dengan lantang, pelabuhan perikanan yang dipimpinnya memiliki satu tujuan yakni menyaingi pelabuhan perikanan di Kota Tuna Filipina, General Santos (Gensan).

"PPS Bitung perlu dibangun besar-besaran sebagai wujud menyaingi Gensan," ujar Frits saat ditemui di Kantor PPS Bitung, Jumat (4/12/2015).

Gensan dan "Transhipment"

Secara geografis, Gensan dan Bitung sebenarnya tak terlalu jauh berbeda. Namun dalam perkembangannya, kedua kota tersebut menjadi timpang. Sebelum ada pelarangan transhipment atau bongkar muat hasil perikanan di tengah laut, Gensan berkembang pesat. Sebab sekitar 99 persen pasokan ikan tuna berasal dari Bitung.

Kota yang terletak di Provinsi Cotabato Selatan, Pulau Mindanao, Filipina itu untung besar berkat pasokan ikan dari Bitung. Apalagi dengan sarana dan prasana yang modern,

Gensan bisa mudah berkembang begitu besar bahkan dijuluki sebagai kota bisnis tuna. Namun, kini Gensan dikabarkan "sengsara" lantaran kebijakan pelarangan transhipment oleh Pemerintah Indonesia. Kota bisnis tuna itu mengalami kekurangan pasokan ikan.

KOMPAS.com/YOGA SUKMANA Ikan Tuna Sirip Kuning hasil tangkapan nelayan yang berada di mobil milik salah satu perusahaan cold storage, Bitung, Sulawesi Utara, Jumat (4/12/2015)

Mengejar dengan keterbatasan

PPS Bitung memiliki momentum mengambil alih peran Gensan pasca adanya adanya larangan transhipment dan moratorium kapal eks asing. Sebab, bongkar muat hasil perikanan kini harus dilakukan di pelabuhan.

Namun, PPS Bitung masih terbentur keterbatasan infrastuktur. Kapasitas dermaga yang hanya 126 meter sangat kurang untuk bongkar muat kapal di atas 30 GT. Padahal, menurut Frits, panjang dermaga harus mencapai 300 meter untuk bisa melayani bongkar muat kapal dengan cepat.

Selain itu, PPS Bitung juga dihadapkan kepada keterbatasan lahan pelabuhan. Lahan PPS Bitung 8,5 hektar sementara untuk terus berkembang menjadi pelabuhan perikanan besar membutuhkan tambahan luasan lahan hingga 20 hektar.

Tak cuma terbentur urusan infrastuktur besar, PPS Bitung juga masih berkutat dengan persoalan kecil. Misalnya, ketersediaan suplai air bersih, ketersediaan pasokan listrik, hingga konektivitas informasi pun masih menjadi kendala.

Fritz sendiri mengatakan bahwa PPS Bitung sudah memiliki rancana untuk menyelesaikan berbagai persolan infrastuktur. Meski begitu, anggaran untuk perbaikan infrastruktur harus menunggu keputusan pemerintah pusat.

Kini, semangat kembali menjadi bangsa maritim itu harus pula diikuti dengan perhatian infrastuktur kepada gerbang-gerbang maritim republik yakni pelabuhan, baik itu pelabuhan penumpang, barang, dan pelabuhan perikanan.

Saat ini produksi perikanan di PPS Bitung terus meningkat seiring semakin banyaknya pasokan ikan. Jumlah transaksi per tahun di PPS Bitung mencapai di atas Rp 2 triliun.

Angka tersebut diyakini naik dua kali lipat bisa pengembangan pelabuhan bisa berjalan. Sementara jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) PPS Bitung 2015 ditargetkan mencapai Rp 1 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com