Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengusaha Tolak Pengenaan Cukai pada Minuman Ringan

Kompas.com - 16/12/2015, 10:28 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Industri minuman ringan menolak rencana pemerintah untuk mengenakan cukai pada produk minuman berpemanis dan atau berkarbonasi (soda).

Penolakan tersebut dicetuskan oleh tiga saosiasi yang mewakili industri dan pengusaha, yakni, Asosiasi Minuman Ringan (Asrim), Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi), dan Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia).

Ketiganya berpandangan bahwa pengenaan cukai pada minuman berpemanis dan atau berkarbonasi tidak tepat bahkan kontra produktif.

Menurut mereka hal itu bertentangan dengan kebijakan deregulasi Pemerintahan Presiden Joko Widodo yang bertujuan untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi dan investasi. Pengenaan kebijakan cukai justru bisa membuat daya saing Indonesia turun dan kurang menarik.

“Sebagai industri yang padat karya, pengenaan cukai juga akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja," ucap Ketua Apindo Hariyadi Sukamdani dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (16/12/2015).

Dia menyebutkan, data BPS 2014 mencatat tenaga kerja langsung industri minuman sebesar 130.000. Industri minuman, lanjut dia, memiliki penggandaan tenaga kerja (multiplier effect) sebesar 4.025.  

"Berarti setiap 1 pekerjaan yang tercipta di industri minuman ringan akan menciptakan 4 pekerjaan di industri lain yang terkait,” ucapnya.

Ketua Asrim Triyono Prijosoesilo menyatakan, rencana penerapan cukai itu tak hanya memukul bisnis minuman, melainkan juga industri kemasan maupun industri bahan baku lainnya juga terkena getahnya.

Dia  juga khawatir, penerapan cukai ini akan merusak iklim investasi industri minuman yang tengah diminati investor asing. "Jika cukai berlaku, mereka bisa berpikir ulang melanjutkan investasi di Indonesia," kata Triyono seperti dikutip Kontan.

Pengenaan cukai minuman bersoda dan berpemanis ini sudah direncanakan Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sejak November 2015. Pungutan ini bertujuan mengejar target penerimaan cukai dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2016 sebesar Rp 146,43 triliun.

Penerapan cukai minuman bersoda dan berpemanis juga untuk mengendalikan peredaran minuman bersoda dan berpemanis. Maklum, jenis minuman itu dianggap berdampak tak baik bagi kesehatan.

Namun Triyono menyebutkan,  kebijakan yang menargetkan pada satu kategori produk untuk mengatasi Penyakit Tidak Menular (PTM) tidak akan efektif.

"Karena PTM tidak disebabkan hanya karena mengkonsumsi satu kategori produk, namun lebih disebabkan karena gaya hidup tidak seimbang dengan pola diet yang tidak baik serta kurangnya akifitas fisik," sebutnya.

Ia mengutip laporan WHO dalam Global Health Risk 2004 yang menyatakan bahwa kurangnya aktifitas fisik merupakan faktor penyebab kematian ke-4 tertinggi di dunia.

"Dan fenomena kurangnya aktifitas fisik diantara masyarakat Indonesia saat ini semakin meningkat," tambah dia yang juga menjabat Deputy Chief Coca-Cola Foundation Indonesia itu.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com