Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Industri Musik Redup oleh Digital

Kompas.com - 06/01/2016, 01:55 WIB

Oleh: Sugihandari

JAKARTA, KOMPAS - Toko musik Disc Tarra yang berada di salah satu mal terkenal di Jakarta Selatan melakukan "cuci gudang" dengan diskon hingga 70 persen untuk produk kaset, CD, dan DVD. Beberapa pengunjung pada Kamis (24/12/2015) tampak melihat-lihat cakram musik di jajaran rak yang isinya mulai kosong di toko tersebut. Toko musik yang pernah berjaya pada era 1990-an itu dikabarkan akan menutup sebagian besar gerainya.

Kondisi toko musik Disc Tarra seolah menjadi penanda jejak industri musik konvensional yang pernah mengalami masa kejayaan. Sebelum Disc Tarra, salah satu pengecer musik legendaris, Aquarius Mahakam, sudah terlebih dahulu gulung tikar pada akhir 2013. Situasi ini mengilustrasikan redupnya industri musik yang dulu mengandalkan penjualan kepingan kaset atau CD.

Perkembangan teknologi digital telah mengubah gaya hidup generasi muda, termasuk dalam cara dan kebiasaan mengonsumsi musik. Kondisi itu juga tergambar dari hasil jajak pendapat Kompas yang diselenggarakan Agustus 2015. Hanya 1 persen dari 734 responden yang berhasil terjaring dalam jajak pendapat ini yang mengaku masih mendengarkan musik lewat perangkat pemutar kaset atau CD.

Mayoritas responden kelompok muda lebih terbiasa menikmati musik melalui internet, baik dengan cara mengunduh maupun mendengarkan langsung secara streaming. Tidak kurang dari 62 persen dari 734 responden mengaku biasa mengunduh lagu dalam format digital di internet. Selain itu, sekitar 15 persen lainnya mengakses melalui streaming musik di laman Youtube. Semakin muda kelompok usia responden, semakin kuat juga kebiasaan mereka mengonsumsi musik dalam bentuk digital.

Hasil penelitian Global World Index menyimpulkan bahwa jumlah orang yang mendengarkan musik lewat internet meningkat hingga 76 persen selama periode 2012-2015. Mayoritas orang yang memanfaatkan teknologi tersebut adalah mereka yang berusia 16 hingga 24 tahun.

Data lain dari organisasi industri rekaman dunia International Federation of Phonographic Industry (IFPI) mencatat sebanyak 46 persen pendapatan industri musik secara global pada 2014 sudah dikuasai rekaman musik digital.

Sementara itu, rekaman musik fisik sebesar 46 persen dan 8 persen sisanya dari pertunjukan dan sinkronisasi (pemanfaatan untuk iklan, film, games, program TV). Tren pertumbuhan nilai pendapatan di industri musik digital pun menunjukkan prospek yang cerah, rata-rata 9,4 persen per tahun pada periode 2009-2014. Pada 2009, pendapatan industri musik digital global meraup 4,4 miliar dollar AS. Lima tahun kemudian kembali melonjak menjadi 6,9 miliar dollar AS.

Perkembangan teknologi gawai dan telekomunikasi semakin memanjakan konsumen. Jenis aplikasi dan layanan streaming musik berbasis internet terus berkembang menyediakan jutaan koleksi lagu yang dapat diakses baik secara gratis maupun berbayar.

Aplikasi gratis untuk mengunduh musik antara lain Youtube yang menyajikan berbagai tayangan termasuk musik dalam format video. Sementara aplikasi Soundcloud menyediakan koleksi musik dalam format audio. Kedua aplikasi tersebut dapat dengan mudah diakses melalui telepon genggam.

Sementara bagi mereka yang mengutamakan kualitas suara (video), beberapa aplikasi menawarkan layanan berbayar dengan cara berlangganan. Laman/aplikasi berbayar ini antara lain Vevo, Deezer, Guvera, MixRadio, Spotify, dan Joox.

Tidak ketinggalan produsen telepon pintar dan operating system juga fokus pada pasar penikmat musik dengan layanan aplikasi semacam iTunes dari Apple, atau aplikasi musik yang disediakan di Google Play Store bagi pengguna Android.

Rekaman fisik ditinggalkan

Industri musik yang mengandalkan bentuk rekaman fisik tergilas oleh industri musik dalam format digital. Industri musik Tanah Air pernah mengalami masa keemasan pada periode 1990-an dengan puncak penjualan album musik yang mencapai 77,5 juta kopi.

Resesi ekonomi pada 1998 sempat menyusutkan angka penjualan menjadi 41,6 juta kopi. Meski demikian, kembali meningkat dengan capaian 64,5 juta kopi di tahun 1999. Selepas tahun 2000, industri musik di Tanah Air mulai lesu dan terus merosot hingga saat ini. Bahkan, penjualan rekaman musik pada 2011 hingga 2013 tercatat rata-rata hanya 5 juta keping per tahun (Kompas, 27/11/2015).

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kehabisan Tiket Kereta? Coba Fitur Access by KAI Ini

Kehabisan Tiket Kereta? Coba Fitur Access by KAI Ini

Spend Smart
Harga Saham BBRI 'Nyungsep' 5 Persen, Investor 'Buy' atau 'Hold'?

Harga Saham BBRI "Nyungsep" 5 Persen, Investor "Buy" atau "Hold"?

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di BCA Mobile

Cara Hapus Daftar Transfer di BCA Mobile

Work Smart
Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Whats New
Bantu Industri Hadapi Risiko Geopolitik, PGN Bakal Bangun Hub Optimalkan LNG Lintas Negara

Bantu Industri Hadapi Risiko Geopolitik, PGN Bakal Bangun Hub Optimalkan LNG Lintas Negara

Whats New
Mendag Musnahkan 27.078 Ton Produk Baja Ilegal Milik PT Hwa Hook Steel

Mendag Musnahkan 27.078 Ton Produk Baja Ilegal Milik PT Hwa Hook Steel

Whats New
Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Tumbuh pada Kuartal I-2024

Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Tumbuh pada Kuartal I-2024

Whats New
Bangun Ekosistem Hunian Terintegrasi Internet, Perumnas Gandeng Telkomsel

Bangun Ekosistem Hunian Terintegrasi Internet, Perumnas Gandeng Telkomsel

Whats New
Kalog Express Layani Pengiriman 3.186 Ton Barang Selama Lebaran 2024

Kalog Express Layani Pengiriman 3.186 Ton Barang Selama Lebaran 2024

Whats New
Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga

Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga

Whats New
Temukan Jaringan Narkotika di Tangerang, Bea Cukai dan BNNP Banten Musnahkan 21 Kg Sabu

Temukan Jaringan Narkotika di Tangerang, Bea Cukai dan BNNP Banten Musnahkan 21 Kg Sabu

Whats New
Dorong UMKM 'Go Global', Pertamina Kembali Gelar UMK Academy 2024

Dorong UMKM "Go Global", Pertamina Kembali Gelar UMK Academy 2024

Whats New
Mata Uang Polandia Bukan Euro meski Gabung Uni Eropa, Apa Alasannya?

Mata Uang Polandia Bukan Euro meski Gabung Uni Eropa, Apa Alasannya?

Whats New
Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Whats New
Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani

Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com