JAKARTA, KOMPAS.com - Industri makanan-minuman (mamin) sedikit bernapas lega di awal tahun 2016 ini. Pasalnya, harga energi seperti bahan bakar minyak (BBM) dan tarif listrik sudah turun.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman menuturkan, harga energi yang lebih murah diyakini mampu mendorong daya saing industri, dan daya beli masyarakat.
"Di sisi produksi tentunya bagus karena kita bisa meredam kenaikan UMP. Dengan BBM dan listrik turun, ini bisa sedikit meredam," tutur Adhi ditemui di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (6/1/2016).
Adhi mengatakan, industri mamin berharap pertumbuhan sektor ini di 2016 didorong peningkatan volume penjualan.
Tidak seperti tahun 2015 lalu, di mana pertumbuhan sektor ini lebih banyak didorong dari kenaikan harga.
"Tahun lalu kuartal I dan kuartal II tumbuhnya karena harga, tetapi volume flat. Bahkan untuk pasar tradisional malah minus. Untuk kuartal III dan kuartal IV 2015 sudah mulai pertumbuhan volume," jelas Adhi.
Sejauh ini biaya BBM terhadap biaya distribusi sebesar 50 persen. Adapun porsi biaya distribusi terhadap seluruh biaya harga pokok produksi (HPP), bervariasi antara 4 persen hingga 8 persen.
Adapun total biaya energi termasuk tarif listrik terhadap seluruh biaya HPP mencapai 8 persen hingga 12 persen. "Jadi kalau BBM-nya turunnya cukup signifikan, kan lumayan," ucap Adhi.
Di luar itu, biaya penentu HPP yang terbesar adalah upah tenaga kerja yang mencapai 12 persen, dan bahan baku.
Transportasi diharap mengikuti
Sayangnya, lanjut Adhi, penurunan harga BBM belum direspon oleh sektor angkutan umum (transportasi). Padahal, apabila biaya transportasi makin murah, daya beli masyarakat untuk menyerap produk industri menjadi lebih besar.
"Saya dengar sampai sekarang masih belum mau turun, transportasi. Kami berharap sektor transportasi mau menurunkan. Sehingga kita bisa meningkatkan daya saing, dan daya beli masyarakat," kata Adhi.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) Roy Nicolas Mandey menambahkan, daya beli masyarakat berpengaruh besar terhadap konsumsi.
Sementara, sampai saat ini kontribusi konsumsi masyarakat terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih dominan, sebesar 54 persen.
"Artinya apa? Ketika konsumsi masyarakat membaik, PDB-nya juga akan membaik," kata Roy.
Roy mengatakan, peritel optimistis pertumbuhan ritel tahun ini di angka 10-12 persen, lebih baik dibandingkan realisasi 2015 yang hanya mencapai 8-9 persen.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.