Sepanjang 2015, tak sedikit pihak bahkan Wakil Presiden Jusuf Kalla pun terpaksa harus kena "kepret".
Sebut saja, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini M Soemarno yang berang lantaran Rizal mengkritik pedas rencana PT Garuda Indonesia (Persero) membeli pesawat Airbus A350 untuk penerbangan ke Eropa.
Selain Rini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said juga bernasib sama. Sama-sama kena "kepretan" Rizal Ramli.
Proyek kelistrikan 35.000 megawatt (MW) yang digadang-gadang dapat menyelesaikan urusan 'byar-pet' listrik di berbagai daerah, dinilai tidak realistis.
Menurut Rizal, dalam lima tahun ke depan, kebutuhan tambahan kapasitas listrik hanya sebesar 16.000 MW. Persoalan ini pun lantas merembet, menyeret-seret Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Saat berbincang santai dengan sejumlah media di kantor Tribun, Kamis (7/1/2016), Rizal mengaku, dirinya memiliki banyak jurus, tak hanya jurus 'Rajawali Ngepret'.
"Selain 'Rajawali Ngepret' ada jurus 'Rajawali Memancing Ular-ular Keluar dari Sarangnya'. Kasus Freeport. Enggak sadar kan? Jurus 'Rajawali Memancing Ular-ular Keluar dari Sarangnya'. Begitu keluar, dikeprukin rakyat rame-rame," kata Rizal.
Tak hanya jurus 'Rajawali Ngepret' dan 'Rajawali Memancing Ular-ular Keluar dari Sarangnya', di tahun 2016 ini Rizal kembali mengeluarkan jurus 'Rajawali Bangkit'.
Salah satunya adalah penilaian kembali aktiva tetap atau revaluasi aset. Asal tahu saja, revaluasi aset ini merupakan satu kebijakan dalam paket kebijakan ekonomi kelima.
Rizal mengibaratkan, kebijakan ini seperti sekali mendayung, lima pulau terlampaui. Kebijakan revaluasi aset ini rupanya pernah dikerjakan Rizal, 15 tahun yang lalu, saat menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian era pemerintahan Abdurahman Wahid.
"Waktu saya menjadi Menko, PLN modalnya minus Rp 9 triliun, asetnya hanya Rp 50 triliun. Direksinya minta disuntik pakai uang APBN. Saya enggak mau. Kita lakukan teknik baru. Kita revaluasi asetnya," kenang Rizal.
Paska-revaluasi aset, modal PLN bertambah menjadi Rp 104 triliun. Sementara itu, aset PLN berlipat menjadi Rp 200 triliun.
"Belum pernah ada dalam sejarah Indonesia, nyelamatin BUMN tanpa uang. Rajawali yang melakukan itu," kata dia lagi.
Masalah yang muncul saat itu adalah pajak yang terlalu tinggi, mencapai 30 persen. Akhirnya kebijakan yang diambil adalah tagihan pajak bisa diangsur selama 7 tahun.