Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Faisal Basri: Hanya Ada Kepentingan di Masela

Kompas.com - 22/01/2016, 19:21 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Masih alotnya pembahasan pengembangan lapangan abadi gas Masela di Laut Arafuru, Maluku, di tingkat rapat kabinet terbatas, dipahami pengamat ekonomi Universitas Indonesia Faisal Basri sebagai hal yang wajar. Wajar, kata Faisal, lantaran tarik-ulur onshore atau offshore dalam pengembangan Masela hanyalah persoalan kepentingan. “Jadi para pihak ini (baik yang usulkan onshore ataupun offshore) punya kepentingan semua. Intinya bukan nasionalisme atau bukan. Tapi siapa dapat apa?” kata Faisal ditemui di kantor PLN, Jakarta, Jumat (22/1/2016).

Mantan Ketua Tim Reformasi dan Tata Kelola Migas itu pun berharap Presiden Jokowi mendapatkan informasi yang cukup sebelum memutuskan. Faisal melihat, tekanan-tekanan terhadap Presiden dalam pengambilan keputusan terkait Masela makin hari makin berat.

Menurut Faisal, pada prinsipnya investor Blok Masela menginginkan nilai pengembalian investasi dari proyek ini mencapai 12 persen, entah dibangun di darat (onshore) ataupun di laut atau floating (offshore). Apabila dibangun di darat, sejauh informasi yang diperoleh, bagi hasil (split) antara pemerintah dan investor adalah 70 persen dan 30 persen. “Sekarang muncul onshore. Tapi investor tetap minta imbal balik 12 persen. Tapi harus membangun pipa 800 kilometer. Perusahaan pipanya siapa? Dia lagi kan?” kata Faisal dengan suara meninggi, tanpa menjelaskan "dia" yang dirujuk.

Faisal bahkan mengatakan, apabila benar dikerjakan di darat, proyek ini adalah proyek pipa terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Keuntungan yang begitu besar, kata Faisal, telah menunggu mereka yang berkepentingan dengan proyek ini. “Nah urut (saja) orang-orang yang ngomong tentang onshore itu siapa yang ada korelasinya dengan si pabrik pipa ini,” ucap dia.

Selain perlu ongkos lebih untuk pembangunan pipa, pengembangan Masela di darat memerlukan lahan yang luasnya mencapai 600 hektare (ha). Faisal bilang, pengembangan offshore yang membutuhkan lahan 40 ha saja sangat sulit terpenuhi, apalagi 600 ha. “Dan Anda tunjukkan di situ siapa penguasa-penguasa tanah yang udah ada sekarang,” sambung Faisal.

Dia menambahkan, dengan makin besarnya ongkos jika proyek ini dikembangkan secara onshore, praktis investor tidak mau keuntungannya tergerus. Dia khawatir, split berubah. Jika tadinya secara offshore bagian pemerintah 70 persen, dan bagian investor 30 persen. Bisa jadi secara onshore, bagian pemerintah menjadi 20 persen, dan bagian investor 80 persen.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com