Menurut Gubernur BI Agus DW Martowardojo, penyebab volatilitas nilai tukar rupiah bukan lantaran inflasi, namun lebih disebabkan penguatan mata uang global.
Selain itu, isu-isu finansial global seperti kenaikan Fed Fund Rate (FFR) dan data perekonomian China yang cenderung negatif.
"Ini memicu outflow dana dan membebani mata uang mereka, termasuk rupiah. Karenanya, nilai tukar fleksibel sebagai stabilitor volatile jangka pendek," kata Agus dalam acara Mandiri Investment Forum 2016, Rabu (27/1/2016).
Agus menjelaskan, bank sentral memiliki tanggung jawab untuk menjaga nilai tukar rupiah dan volatilitasnya, agar tidak mengurangi kepercayaan konsumen. Meskipun demikian, bank sentral pun harus selalu waspada dengan biaya-biaya ditimbulkan.
"Dengan latar belakang risiko mata uang, BI tidak bisa lengah. Perkembangan nilai tukar dan dampaknya ke stabilitas makroekonomi menjadi pertimbangan dalam kebijakan makro," jelas Agus.
Untuk tahun 2016, Agus menyatakan perekonomian akan lebih cerah namun tidak berarti tanpa risiko. Performa ekspor masih melemah, namun hal tersebut bersifat temporer dan siklikal.
"Secara eksternal tidak boleh abaikan arus modal yang begerak karena kebijakan-kebiajkan di luar negeri. Perhatian masyarakat akan meningkat karena muncul kekhawatiran FFR ke depan," ungkap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.